Monthly Archives: June 2012

Penghalang terkabulnya Do’a

Penghalang Terkabulnya Doa

Seseorang berkata kepada Ibrahim bin Adham:

‘Allah swt telah berfirman dalam kitab-Nya:

‘Berdoalah kalian kepada-Ku, nescaya Aku kabulkan doa kalian.’

(Al-Mu`min: 60)
”Sedangkan kami telah berdoa kepada Allah swt sekian lama namun tidak juga Allah swt kabulkan doa
kami.”
Maka beliau pun menjawab: “Hati kalian telah mati kerana sepuluh perkara:
Pertama    : Kalian mengenal Allah  namun tidak menunaikan hak-Nya.
Kedua        : Kalian membaca Kitabullah namun tidak mengamalkannya.
Ketiga        : Kalian mengaku cinta kepada Rasulullah saw namun meninggalkan Sunnahnya.
Keempat    : Kalian mengaku memusuhi syaitan namun sepakat dengannya.
Kelima    : Kalian katakan kami cinta Jannah (surga) namun tidak beramal untuk itu.
Keenam    : Kalian katakan kami takut an-Naar (neraka) namun menggadaikan diri-diri kalian kepadanya (an-Naar).
Ketujuh    : Kalian katakan bahawa sesungguhnya kematian itu pasti (terjadi) namun kalian tidak bersiap-siap untuknya.
Kedelapan: Kalian sibuk dengan aib saudara-saudara kalian dan mencampakkan aib-aib diri sendiri.
Kesembilan: Kalian memakan nikmat Rabb kalian namun tidak mensyukurinya.
Kesepuluh: Kalian mengubur mayat-mayat saudara kalian dan tidak mengambil pelajaran darinya.

(Al-Hilyah, jilid 8 hal.15-16)

Leave a comment

Filed under Doa, Ibadah, Ilmu, Renungan

Wali Pernikahan

1) Keberadaan wali dalam suatu pernikahan merupakan syarat sahnya sehingga tidak sah suatu pernikahan kecuali dengan adanya wali yang melaksanakan ‘aqad nikah.

Ini adalah pendapat tiga Imam Madzhab; Malik, asy-Syaf’iy dan Ahmad serta jumhur ulama. Dalil pensyaratan tersebut adalah hadits diatas yang berbunyi (ertinya), “Tidak (sah) pernikahan kecuali dengan wali.”

Al-Munawiy berkata di dalam kitab Syarh al-Jâmi’ ash- Shaghîr, “Hadits tersebut hadits Mutawatir.” Hadits ini dikeluarkan oleh al-Hâkim dari 30 sumber. Sedangkan hadits ‘Aisyah diatas (no.3 dalam kajian ini) sangat jelas sekali menyatakan pernikahan itu batil tanpa adanya wali, dan bunyinya (ertinya), “Siapa saja wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka pernikahannya batil (tiga kali).”

2) ‘Aqad nikah merupakan sesuatu yang serius sehingga perlu mengetahui secara jelas apa manfa’at pernikahan tersebut dan mudaratnya, perlu perlahan, pengamatan yang saksama dan musyawarah terlebih dahulu. Sementara wanita biasanya pendek pandangannya dan singkat cara berfikirnya atau jarang ada yang berpikir panjang sehingga dia memerlukan seorang wali yang memberikan pertimbangan akan ‘aqad tersebut dari aspek manfa’at dan kesahihan hukumnya.

Oleh kerana itu, adanya wali termasuk salah satu syarat ‘aqad berdasarkan nas yang sahih dan juga pendapat Jumhur ulama.

3) Seorang wali disyaratkan sudah mukallaf, berjenis kelamin laki-laki, mengetahui manfa’at pernikahan tersebut dan antara wali dan wanita yang di bawah perwaliannya tersebut seagama. Siapa saja yang tidak memiliki ketentuan ini, maka dia bukanlah orang yang baik untuk menjadi wali dalam suatu ‘aqad nikah.

4) Wali adalah seorang laki-laki yang paling dekat hubungannya dengan si wanita; sehingga tidak boleh ada wali yang memiliki hubungan jauh menikahkannya selama wali yang lebih dekat masih ada. Orang yang paling dekat hubungannya tersebut adalah ayahnya, kemudian abangnya dari pihak ayah ke atas, kemudian anaknya ke bawah, yang lebih dekat lagi dan lebih dekat lagi, kemudian saudara kandungnya, kemudian saudaranya se-ayah, demikian seterusnya berdasarkan turutan mereka di dalam penerimaan warisan. Disyaratkannya kedekatan dan lengkapnya persyaratan-persyaratan tersebut pada seorang wali demi merealisasikan kepentingan pernikahan itu sendiri dan menjauhi impak negatif yang ditimbulkannya.

5) Bila seorang wali yang memiliki hubungan jauh menikahkan seorang wanita padahal ada wali yang memiliki hubungan lebih dekat dengannya, maka hal ini diperselisihkan para ulama:

6) Pendapat pertama mengatakan bahawa pernikahan tersebut Mafsûkh (batal). Pendapat Kedua menyatakan bahawa pernikahan itu boleh.

7) Pendapat Ketiga menyatakan bahawa terserah kepada wali yang memiliki hubungan lebih dekat tersebut apakah membolehkan (mengizinkan) atau menfasakh (membatalkan) nya.

8) Sebab Timbulnya Perbezaan

9) Sebab timbulnya perbedaan tersebut adalah:

10)“Apakah tingkatan perwalian yang paling dekat dalam suatu pernikahan merupakan Hukum Syar’ie yang murni dan mutlak hak yang terkait dengan Allah sehingga pernikahan tidak dianggap terlaksana kerananya dan wajib difasakh (dibatalkan)”, Ataukah “ia merupakan Hukum Syar’ie namun juga termasuk hak yang dilimpahkan kepada wali sehingga pernikahan itu dianggap terlaksana bilamana mendapatkan persetujuan si wali tersebut; bila dia membolehkan (mengizinkan), maka boleh hukumnya dan bila dia tidak mengizinkan, maka pernikahan itu batal (fasakh).”

11)Perbezaan Para Ulama

12)Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas bahawa adanya seorang wali merupakan syarat sah suatu akad nikah. Dan ini adalah pendapat Jumhur Ulama di antaranya Tiga Imam Madzhab.

Sementara Imam Abu Hanifah dan pengikutnya berpendapat bahawa hal itu bukanlah merupakan syarat. Dalil-dalil yang dikemukakan oleh pendapat terakhir ini banyak sekali namun masih dalam permasalahan khilafiyyah yang amat panjang. Di antara dalil mereka tersebut adalah mengqiyaskan nikah dengan jual beli. Dalam hal ini, sebagaimana seorang wanita berhak untuk memanfa’atkan dan menjual apa saja yang dia mahu dari hartanya, demikian pula dia berhak untuk menikahkan dirinya sendiri. Namun para ulama mengatakan bahwa ini adalah Qiyâs Fâsid (Qiyas yang rosak maka tidak sesuai dengan ketentuan) kerana tiga faktor:

Pertama, kerana ia merupakan Qiyas yang bertentangan dengan Nas sehingga menurut kaedah usul, Qiyas seperti ini tidak boleh dan tidak berlaku.

Kedua, Dalam Qiyas itu harus ada kesamaan antara dua hukum dari kedua hal yang diqiyaskan tersebut, sementara di sini tidak ada. Dalam hal ini, nikah merupakan hal yang serius, perlu pandangan yang tajam dan hasil terhadap keberhasilannya, namun berbeza halnya dengan jual beli yang dilakukan dengan apa adanya, ringan dan kecil permasalahannya .

Ketiga, bahawa akad terhadap sebahagian suami boleh menjadi ‘aib dan tercela bagi seluruh keluarga, bukan hanya terhadap isterinya semata. Jadi, para walinya ikut terbabit di dalam proses perbesanan, baik ataupun buruknya.

Dalam hal ini, Abu Hanifah membantah hadis ini dengan pelbagai jawapan:

Pertama, Terkadang beliau mengkritik sanad  hadis yang menurutnya terdapat cacat, iaitu adanya perkataan Imam az-Zuhriy kepada Sulaiman bin Musa, “Saya tidak mengenal hadis ini.”

Kedua, mereka mengatakan bahawa lafazh “Bâthil” di dalam teks hadits tersebut dapat dita’wil dan maksudnya adalah “Bishodadil Buthlân wa mashîruhu ilaihi.” (Maka pernikahannya akan menuju kebatilan dan berakibat seperti itu).

Ketiga, mereka berkata bahawa sesungguhnya yang dimaksud dengan wanita (Mar`ah) di dalam teks hadis tersebut adalah wanita yang gila atau masih kecil (di bawah umur)…

Dan bantahan-bantahan lainnya yang tidak kuat dan sangat jauh di mana para ulama juga menanggapinya satu per satu.

Tanggapan Terhadap Bantahan Tersebut Terhadap Bantahan Pertama, bahawa sebenarnya hadis tersebut memiliki banyak jalur yang berasal dari para Imam-Imam Besar Hadis dan periwayat, bukan seperti yang dikatakan oleh Abu Hanifah melalui perkataan Imam az-Zuhriy tersebut.

Terhadap Bantahan Kedua, bahawa ta’wil tersebut tidak tepat dan amat jauh dari sasaran. Terhadap Bantahan Ketiga dan seterusnya, bahawa nas- nas tentang hal itu amat jelas sehingga tidak memerlukan ta’wil-ta’wil semacam itu.

Dalil-Dalil Pensyaratan Wali di  antara dalilnya adalah hadis yang telah dipaparkan di atas, dan mengenainya:

a. ‘Aliy al-Madiniy berkata, “Shahîh”.

Pensyarah berkata, “Ia dinilai Shahîh oleh al-Baihaqiy dan para Huffâzh .”

b. Adl-Dliyâ` berkata, “Sanad para periwayatnya semua adalah Tsiqât.”

b. Hadits tersebut juga telah dikeluarkan oleh al-Hâkim dan bersumber dari 30 orang shahabat . Imam al-Munawiy berkata, “Ia merupakan hadis Mutawatir.” Dalil lainnya: – Bagi siapa yang merenungi keadaaan ‘aqad nikah dan hal- hal yang dibolehkan padanya seperti perhatian serius, upaya mencari maslahat dan menjauhi impak negatif dari pergaulan suami-isteri, keadaan suami dan ada tidaknya kafâ`ah (kesetaraan), pendeknya pandangan dan dangkalnya cara berfikir wanita serta mudahnya ia tergiur oleh penampilan, demikian pula bagi siapa yang mengetahui kegigihan para walinya dan keinginan mereka untuk membahagiakannya serta pandangan kaum lelaki yang biasanya jauh ke depan….barangsiapa yang merenungi hal itu semua, maka tahulah kita akan keperluan terhadap apa yang disebut Wali itu.

1. Manakala kita mengetahui bahwa pernikahan tanpa wali hukumnya Fâsid (rosak), lalu jika ia terjadi juga, maka ia tidak dianggap sebagai pernikahan yang sesuai dengan syari’at dan wajib difasakh (dibatalkan) melalui hakim ataupun talaq/cerai oleh suami. Sebab, pernikahan yang diperselisihkan hukumnya perlu kepada proses Fasakh atau Talaq, berbeza dengan pernikahan Bâthil yang tidak membolehkan hal itu.

Semoga mendapat penceerahan

Wallahu’alam

Rujukan

• Sofwer Maktabah Assamilah, di akses pada 21 Maret 2009

• Al-Mahallî, Jalâluddîn, Syarh Minhâjuth Thâlibîn, Bayrût: Dârul Fikr, t.t., jld. 3, h. 224

• K.h. Imam Subarno Menikah Sumber Masalah (Gama Media;Yogyakarta 2004) hlm 24

Leave a comment

Filed under Muslimah

Nifas dan Hukum-hukum

Banyak kesalahfahaman yang beredar di masyarakat bahkan di kalangan para penuntut ilmu tentang darah nifas dan mulai apabila darah yang keluar pada wanita hamil di hukumi sebagai nifas. Ada beberapa wanita yang menghitung waktu nifas setelah bayinya lahir, dan ada yang beberapa hari sebelumnya. Untuk itu Syaikh Utsaimin menulis dalam kitab-nya Risalah Fi Dimaa Ath-Thabiiiyah Lin-Nisaa tentang definisi nifas sendiri sebagai berikut:

Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakit.

Adapun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah tidak memberi batasan hari pada masa nifas, darah yang dilihat seorang wanita hamil ketika mulai merasa sakit adalah nifas. Dengan kata lain, beliau memberi batasan pada rasa sakit pada wanita hamil ketika saat-saat mahu melahirkan, bukan pada hitungan hari.

Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik satu simpul yang sama bahawa adanya hukum dikaitkan dengan keberadaan darah itu sendiri, dengan didukung tanda lain iaitu rasa sakit yang mengiringi proses kelahiran. Sebagaimana diketahui, bahawa wanita hamil menjelang saat-saat melahirkan akan mengeluarkan darah, sebagai awal pembukaan rahim yang dalam istilah medisnya disebut “The Show”. Darah ini keluar 2 atau 3 hari sebelum kelahiran (True Labour), yang biasanya akan diikuti pecahnya ketuban (Water Break) sehari atau dua hari sesudahnya. Setelah air ketuban pecah, dalam keadaan normal bayi akan lahir dalam waktu 24 jam setelahnya. Pada masa-masa seperti ini, wanita hamil akan ditimpa kesakitan dan kelelahan yang amat sangat kerana kontreksi dalam perutnya berlangsung rutin dan terus menerus. Jika pada masa-masa seperti ini, dia tetap harus solat, wudhu dan lain-lain kebiasaan sehari-hari yang berhubungan dengan solat pastilah sangat memberatkan. Subhanallah, Islam diturunkan sebagai agama yang tidak memberatkan, dengan adanya hukum nifas setelah “The Show” keluar telah meringankan wanita hamil di saat detik-detik terakhir bayinya akan keluar.

Masa Nifas

Para ulama berbeza pendapat tentang batas masa nifas. Syaikh Taqiyuddin berkata dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh Pembawa Syariat: Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata seorang wanita mendapati darahnya lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor, dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, kerana hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadis.

Titik tolak pendapat ini tidak berbeza jauh dengan pendapat Ibnu Taimiyah di atas bahawa dasar hukum dikaitkan dengan keberadaan darah itu sendiri, dengan tambahan batas kelaziman atau hukum umum (dalam hal ini 40 hari masa nifas) apabila ada ketidaknormalan dalam kejadiannya. Ada beberapa perkara yang harus difahami bagi wanita dalam permasalahan batas nifas:

1. Batas lazim nifas seperti banyak diriwayatkan oleh hadis adalah 40 hari.   Hal ini harus di pegang terlebih dahulu sebagai batas normal.
2. Jika kurang dari 40 hari, si wanita sudah melihat dirinya bersih dari darah, maka dia sudah masuk masa suci, kecuali jika berhentinya kurang dari 1 hari dan darah keluar lagi dalam masa 40 hari itu, maka itu termasuk masa nifas. Jangan terburu-buru untuk bersuci sampai benar-benar darah berhenti dan atau masa 40 hari terlampaui.

Muhammad Ibnu Qudamah dalam kitabnya Al-Mughni menyebutkan bahawa jika darah itu keluar pada masa yang dimungkinkan masih masa nifas (40 hari), maka dihukumi nifas. Walapun keluarnya terputus-putus. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
3. Darah keluar terus menerus, lebih dari 40 hari, namun kemudian ada tanda-tanda akan berhenti (berkurangnya jumlah darah yang keluar atau tinggal spot-spot darah), maka tunggu sampai benar-benar berhenti, baru kemudian bersuci. Jika darah tidak kunjung berhenti, dan tidak ada tanda-tanda akan berhenti, maka masa nifas dicukupkan 40 hari, kerana itu lah batas kelaziman masa nifas
4. Jika darah tidak kunjung berhenti dan bertepatan dengan kelaziman masa haid, maka tetap menunggu sampai habis masa kelaziman haid-nya.

Untuk itu yang paling penting bagi wanita adalah menghafalkan kelaziman masa nifasnya sebagaimana mengenali masa haidnya. Hal ini lah yang menjadi rujukan untuk masa nifasnya yang akan datang. Demikian disebutkan dalam kitab Al Mughni.

Nifas tidak ditetapkan kecuali seorang wanita melahirkan bayi yang berbentuk manusia. Adapun untuk wanita yang mengalami keguguran, maka darah yang keluar dihukumi sebagai darah penyakit (istihadhah). Dan yang disebut masa kehamilan sehingga berbentuk janin adalah minimal 80 hari hitungan masa kehamilan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: Manakala seorang wanita mendapati darah yang disertai rasa sakit sebelum masa (minimal) tersebut maka tidak perlu dianggap sebagai nifas. Namun jika sesudahnya, maka dia tidak solat dan tidak puasa.

Hukum-Hukum Seputar Nifas

1. Wanita nifas sebagaimana wanita haid dilarang solat, puasa, haji dan umrah. Adapun untuk membaca al-Qur’an, menurut pendapat ulama terkuat adalah dibolehkan wanita haid dan nifas membaca al-Qur’an kerana memang tidak ada dalil qathi yang melarang perbuatan tersebut, baik dalam al-Qur’an maupun As-Sunnah dengan syarat tidak boleh menyentuh al-Qur’an dan kertas yang ditulisi ayat al-Qur’an tersebut. Misalnya diperbolehkan menghafalkannya.

2. Membaca tafsir dan hadis diperbolehkan bagi wanita nifas maupun haid, asalkan tidak menyentuhnya jika ditemukan ayat-ayat al-Qur’an di dalamnya.
3. Iddah, dihitung dengan terjadinya talaq, bukan dengan nifas. Jika talaq jatuh sebelum wanita melahirkan, iddahnya akan habis kerana melahirkan bukan kerana nifas. Sedangkan jika talaq jatuh setelah melahirkan, maka ia menunggu sampai haid lagi.
4. Masa Ila. Masa haid termasuk hitungan masa Ila, sedangkan masa nifas tidak. Ila adalah jika seorang suami bersumpah tidak menggauli isterinya selama-lamanya, atau selama lebih dari empat bulan. Apabila seorang suami telah mengeluarkan Ila kepada isterinya, maka diberi waktu baginya untuk tidak menggauli isterinya dalam masa 4 bulan, dan setelah itu boleh menggaulinya kembali atau menceraikannya. Jika wanita mengalami nifas dalam masa 4 bulan ini, maka tidak dihitung bagi suami dan ditambah masa 4 bulan tadi dengan lamanya nifas.
5. Baligh. Masa baligh terjadi dengan haid, bukan nifas. Kerana seorang wanita tidak mungkin hamil sebelum baligh.
6. Diharamkan suami mendatangi isterinya pada masa nifas, dan diperbolehkan menggaulinya setelah ia suci, walaupun ia suci sebelum 40 hari.

Memang tidak selalui ditemui mudah dalam persoalan darah kebiasaan wanita ini, baik haid, nifas maupun istihadhah. Ada wanita-wanita yang mengalami kesulitan penentuan masa pada ketiganya karena ketidaklaziman masa keluarnya. Hanya saja al-Qur’an dan As-Sunnah telah menjelaskan segala sesuatu tentangnya. Keragu-raguan itu sifatnya relatif, tergantung pada kadar ilmu dan pemahaman seseorang terhadap hukum-hukum atasnya. Adapun jika seseorang dapat mengerjakan kewajiban sesuai dengan kemampuannya, termasuk mengilmuinya terlebih dahulu, maka dia telah terbebas dari tanggungannya. Sesuai dengan firman Allah:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya “(Al-Baqarah:286)

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu

(At-Taghabun:16)

Wallaahu Ta’ala ‘alam bi Shawwab

Rujukan:

– Darah, Kebiasaan Wanita. Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Darul Haq.1999

– Masalah Aktual Muslimah. Fatwa Syaikh Bin Baz dan Syaikh Utsaimin.Cendekia. 2002

– Jamiah Ahkamun-Nisa. Syaikh Mustofa Al-Adawy. Resume Kajian. 2000

– Bulughul Maraam. Bab Haid. Ibnu Hajar Atsqalani.GRP. 1994

– Pregnancy Care. NSW + Health Public. 2004

Leave a comment

Filed under Muslimah

Sukarkah Meraih Solehah ?

Sukarnya meraih solehah.

Acap kali keluhan itu keluar dari bibir merahnya. Sesekali pandangannya dilempar jauh. Bagai merenung ke satu dimensi yang hanya dia dapat mengerti.

“Mengapa ni..kak. Kakak ada masalah?” saya bertanya ramah. Senyuman menguntum agar berkurang gelodak resah.

Kami sebenarnya sering berbual bersama. Berbincang, bertukar pandangan dan mencari titik persamaan tentang pelbagai topik kehidupan. Dan biasanya, tajuk yang menjadi fokus perbincangan kami ialah pendidikan anak-anak, kehidupan suami isteri serta pahit manis alam perkahwinan.

Jarak umur yang berbeza beberapa tahun, menjadikan saya lebih mesra memanggilnya ‘kakak’ sebagai tanda hormat.

“Tidak..hanya meluah kebimbangan yang sekian lama terpendam. Terutama bila ketiadaan insan tersayang. Saat-saat berjauhan begini, kakak manfaatkan untuk memuhasabah diri sebagai isteri,” dia menjawab sambil melempar senyuman manis. Wajah yang tadi muram, mulai sedikit berseri.

“Apa yang merisaukan kakak?” soal saya. Sengaja meminta dia bercerita dan berkongsi rasa. Mana tahu ada pedoman yang dapat saya ambil manfaat darinya.

Saya membetulkan duduk. Mencari posisi selesa agar perbualan nanti berjalan lancar tanpa gangguan suasana.

MUDAH

“Bimbang melihat kadar perceraian suami isteri dalam masyarakat kita hari ini. Sudah terlalu biasa. Bermacam-macam sebab dan punca..kerana itu, kakak selalu mengingatkan diri agar apa yang terjadi pada mereka menjadi pengajaran dan ingatan,” suaranya bergetar tanda insaf dan sedar.

“Pada kakak peranan seorang isteri amat penting untuk mengekalkan hubungan yang harmoni. Namun, bukan mudah nak jadi isteri yang baik dan solehah kepada suami. Andai dibaca sepintas lalu kalam Rasulullah yang mulia, gelaran itu amat senang diperoleh. Tidaklah serumit mana. Ina ingat tak? Rasulullah SAW pernah ditanya tentang sebaik-baik isteri. Lalu Baginda menjawab:

“Iaitu isteri yang menghadirkan rasa gembira kepadamu apabila memandangnya. Bila disuruh, dia patuh, menjaga rahsiamu sebaiknya dan menjaga hartamu.” 

( Hadis Riwayat Ahmad dan lainnya ; dianggap ‘hasan’ oleh al-Albani ).

Dan sabda Baginda juga yang bermaksud :

“Apabila seorang perempuan mendirikan sembahyang lima waktu, berpuasa sebulan (Ramadhan), menjaga kehormatan dan taat kepada suaminya, masuklah dia ke dalam syurga melalui mana-mana pintu yang dikehendaki.”

( Hadis Riwayat Ahmad )

Saya menganggukkan kepala. Memang tepat apa yang dibicara. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Baginda SAW, antara punca kebahagiaan bagi seseorang anak Adam adalah dari tiga perkara iaitu: isteri yang solehah, tempat tinggal yang selesa dan kenderaan yang memudahkan perjalanan dan pergerakannya.

TAPI

“Sayangnya ramai di antara kita yang tidak memahami dan menghadam peringatan Rasul yang mulia itu dengan sempurna,” dia menambah. Masih bernada resah pada pendengaran saya.

“Maksud kakak?” saya membalas tanya.

“Banyak peranan seorang isteri yang perlu kita muhasabah kembali. Lihat sahaja..tentang menjaga rahsia suami. Berapa ramai wanita hari ini yang dapat menyimpan rahsia suami dengan erat. Sungguh menyedihkan, masalah rumahtangga sering dijadikan tajuk cerita bersama teman-teman sekerja…” tuturnya kecewa.

“Ya..betul tu kak. Ramai yang beralasan, mereka sekadar ingin meluah rasa dan meminta nasihat sepatah dua…” saya mengiyakan butir katanya.

“Ya..itu ada benarnya dan berkonsultasi tentangnya memang dibolehkan dalam agama. Meminta nasihat daripada orang yang boleh dipercayai, baik akhlak dan mampu menjaga rahsia. Tetapi apa maknanya jika masalah tersebut diketahui bukan seorang dua..tetapi seramai yang berada di tempat kerja? Ada yang boleh ketawa lagi bercerita perihal rumahtangga mereka. Bukankah itu sudah membuka aib suami dan diri sendiri?

Seorang isteri yang menjaja keburukan suami, di mana lagi rasa hormatnya kepada ketua rumahtangga? Sudah tentu isteri yang begini tidak akan mampu berada di depan suami dalam keadaan ceria dan menceriakan suami yang memandangnya?” bertalu dia melontarkan persoalan yang membuka lagi kesedaran saya.

“Lebih malang, jika masalah bersama suami didedahkan kepada rakan sekerja lelaki dan akhirnya mereka jatuh dalam perangkap cinta ’gelap’ tanpa disedari. Kononnya cinta itu lahir dari rasa ‘ambil berat’, ‘perhatian’ dan ‘kesudian si lelaki mendengar luahan hati, “ saya menambah isi.

SOLAT DAN PUASA

Sungguh benar persoalan yang diketengahkannya. Itu belum lagi menyentuh tentang solat dan puasa. Pada saya, seorang wanita dan isteri belum layak bergelar solehah jika dalam melaksanakan kedua-dua ibadah ini mereka masih bermasalah.

Ada sebahagian yang melengah-lengahkan solat dengan pelbagai sebab yang tidak sepatutnya dijadikan alasan hingga solat tergadai. Terutama kepada kaum perempuan yang masa kitaran haid mereka sudah hampir sampai. Golongan ini harus lebih peka dan beringat dengan masa yang ada. Jika mereka melambat-lambatkan solat, dibimbangi ketika masuk waktu sedang mereka masih sibuk dengan pelbagai urusan.

Ibadah wajib yang wajar didahulukan, ditangguh-tangguh hingga hampir ke pengakhiran. Ketika mahu mengerjakan solat, didapati darah haid telah pun keluar. Sayang sekali. Solat yang sepatutnya boleh dikerjakan secara ‘tunai’, terpaksa diqada’ dan diganti setelah suci dek kerana lalai dan cuai.

Tidak kurang juga, ada yang terlalu obses dengan kerja hingga solat dilakukan secara tergesa-gesa. Allah SWT berfirman, mengingatkan tentang kemurkaan-Nya ke atas mereka yang melalaikan tanggungjawab sebagai hamba, bermaksud :

“Maka celakalah orang-orang yang solat, iaitu orang-orang yang lalai dari solatnya”

(Al-Mau’n ayat 4 dan 5 )

Lalai yang dimaksudkan di dalam ayat ini adalah tiadanya konsentrasi dan kekhusyukan selama melaksanakan solat. Keadaan ini merupakan suatu kerosakan yang besar bagi seorang mukmin. Dan dalam konteks seorang wanita dan isteri, ia boleh memberi kesan buruk terhadap pelaksanaan-pelaksanaan lain agamanya.

Demikian juga dengan ibadah puasa Ramadhan yang hadirnya hanya sebulan. Atas rahmat dan kasih sayang-Nya, kaum wanita yang didatangi haid atau berada di dalam nifas, gugur ke atas mereka kewajipan berpuasa Ramadhan.

Begitu juga dibenarkan kepada wanita-wanita hamil dan menyusu anaknya untuk tidak menunaikan puasa. Namun, ramai yang terleka dengan nikmat kemurahan Ar-Rahman. Puasa yang ditinggalkan, mengambil masa yang lama untuk diganti semula. Hari berganti hari, minggu berganti bulan. Sehingga akhirnya, Ramadhan tiba kembali, puasa itu masih juga belum berganti. Sekali lagi, cuai…lalai.

Lalu, bagaimana mungkin keadaan-keadaan ini mampu membawa pelaksananya meraih gelaran solehah di sisi Ilahi?

SUKARKAH MERAIH SOLEHAH?

“Tepuk dada, tanyalah iman di dalamnya,”dia menyimpulkan sebelum menamatkan perbualan kami.

“Hakikatnya, pilihan berada di tangan kita. Untuk menjadi solehah, al Quran dan hadis Rasulullah SAW ada pedoman pada kedua-duanya. Tinggal lagi, sama ada kita mahu atau membiarkan masa dan ruang yang ada terus berlalu,”dia menambah .

“Memang benar. Kesedaran tanpa perubahan, umpama mimpi-mimpi sementara. Tiada makna,”saya membuat rumusan di samping mengingatkan diri yang juga sering kealpaan.

Membina azam untuk terus memperbaiki diri. Baik saya, anda dan sesiapa sahaja di luar sana, jadikan gelaran wanita dan isteri solehah sebagai motivasi untuk kita mempertingkatkan kualiti.

Ilmu dan amal seiring menghiasi peribadi, keimanan dan keyakinan kepada Hari Akhirat menjadi inspirasi mukminah muslimah sejati. Semoga kitalah harta bernilai bagi seorang lelaki bernama suami selepas ketaqwaan dan keimanannnya kepada Ilahi.

Berhijrahlah..berusahalah…mudah-mudahan kita berjaya meraih gelaran solehah.
“Sesungguhnya dunia ini adalah perhiasan yang indah, dan sebaik-baik perhiasan di dalamnya ialah wanita (isteri) yang solehah”

 ( Hadis riwayat Muslim )

Mencari dan terus mencari cinta Ilahi.

Leave a comment

Filed under Muslimah

Cara Syaitan Membuka Aurat Wanita

Syaitan dalam menggoda manusia memiliki berbagai cara strategi, dan yang sering dipakai adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu, yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan (ammaratun bis su’). Syaitan seakan mengetahui kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan Allah, termasuk melepaskan hijab atau pakaian muslimah.

Berikut adalah cara bertahap:

I. Menghilangkan Definisi Hijab

Dalam tahap ini syaitan membisikkan kepada para wanita, bahawa pakaian apapun termasuk hijab (penutup) itu tidak ada kaitannya dengan agama, ia hanya sekadar pakaian atau gaya hiasan bagi para wanita. Jadi tidak ada pakaian syar’i, pakaian, dengan apa pun bentuk dan namanya tetap pakaian.

Sehingga akibatnya, ketika zaman telah berubah, atau kebudayaan manusia telah berganti, maka tidak ada masalah pakaian ikut ganti juga. Demikian pula ketika seseorang berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain, maka harus menyesuaikan diri dengan pakaian penduduknya, apapun yang mereka pakai. Berbeza
halnya jika seorang wanita berkeyakinan, bahawa hijab adalah pakaian syar’i (identiti keislaman), dan memakainya adalah ibadah bukan sekadar gaya ( fesyen ). Biarpun hidup bila saja dan di mana saja, maka hijab syar’i tetap dipertahankan. .

Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka syaitan beralih dengan strategi yang lebih halus. Caranya?

Pertama, Membuka Bahagian Tangan

Telapak tangan mungkin sudah kebiasaannya terbuka, maka syaitan membisikkan kepada para wanita agar ada sedikit peningkatan model yakni membuka bahagian hasta (siku hingga telapak tangan). “Ah tidak ! apa-apa, kan masih pakai jilbab dan pakai baju panjang? Begitu bisikan syaitan. Dan benar si wanita akhirnya memakai pakaian model baru yang menampakkan tangannya, dan ternyata para lelaki melihatnya juga seperti biasa saja. Maka syaitan berbisik,” Tu.. tidak apa-apa kan?

Kedua, Membuka Leher dan Dada

Setelah menampakkan tangan menjadi kebiasaan, maka datanglah syaitan untuk membisikkan perkara baru lagi. “Kini buka tangan sudah menjadi lumrah, maka perlu ada peningkatan model pakaian yang lebih maju lagi, yakni terbuka bahagian atas dada kamu.” Tapi jangan sebut sebagai pakaian terbuka, hanya sekadar sedikit untuk mendapatkan hawa, agar tidak panas. Cubalah! Orang pasti tidak akan peduli, sebab hanya sebahagian kecil sahaja yang terbuka.

Maka dipakailah pakaian fesyen terbaru yang terbuka bahagian leher dan dadanya dari yang fesyen setengah lingkaran hingga yang fesyen bentuk huruf “V” yang tentu menjadikan lebih terlihat lagi bahagian sensitif lagi dari dadanya.

Ketiga, Berpakaian Tapi Telanjang

Syaitan berbisik lagi, “Pakaian mu hanya gitu-gitu saja, yak “cool” cari fesyen atau bahan lain yang lebih bagus! Tapi apa ya? Si wanita berfikir. “Banyak fesyen dan kain yang agak tipis, lalu bentuknya dibuat yang agak ketat biar lebih sedap/cantik dipandang,” syaitan memberi idea baru.

Maka tergodalah si wanita, dicarilah fesyen pakaian yang ketat dan kain yang tipis bahkan transparent. “Mungkin tak ada masalah, kan potongan pakaiannya masih panjang, hanya bahan dan fesyennya saja yang agak berbeza, biar nampak lebih feminin,” begitu dia menokok-nambah. Walhasil pakaian tersebut akhirnya membudaya di kalangan wanita muslimah, makin hari makin bertambah ketat dan transparent, maka jadilah mereka wanita yang disebut oleh Nabi sebagai wanita
kasiyat ‘ariyat (berpakaian tetapi telanjang).

Keempat, Agak di Buka Sedikit 
Setelah para wanita muslimah mengenakan pakaian yang ketat, maka syaitan datang lagi. Dan sebagaimana biasanya dia menawarkan idea baru yang sepertinya “cool” dan “vogue”, yakni dibisiki wanita itu, “Pakaian seperti ini membuat susah berjalan atau duduk, soalnya sempit, apa tak sebaiknya di belah hingga lutut atau mendekati paha?” Dengan itu kamu akan lebih selesa, lebih kelihatan lincah dan energik.” Lalu dicubalah idea baru itu, dan memang benar dengan dibelah mulai dari bahagian bawah hingga lutut atau mendekati paha ternyata membuat lebih selesa dan leluasa, terutama ketika akan duduk atau naik kenderaan. “Yah…. tersingkap sedikit tak apa-apa lah, yang penting enjoy,” katanya.

Inilah tahapan awal syaitan merosak kaum wanita, hingga tahap ini pakaian masih tetap utuh dan panjang, hanya fesyen, corak, potongan dan bahan saja yang dibuat berbeza dengan hi! jab syar’i yang sebenarnya. Maka kini mulailah syaitan pada tahap berikutnya.

II. Terbuka Sedikit Demi Sedikit

Kini syaitan melangkah lagi, dengan tipu daya lain yang lebih “power”, tujuannya agar para wanita menampakkan bahagian aurat tubuhnya.

Pertama, Membuka Telapak Kaki dan Tumit

Syaitan Berbisik kepada para wanita, “Baju panjang benar-benar tidak selesa, kalau hanya dengan membelah sedikit bahagiannya masih kurang leluasa, lebih elok kalau dipotong sahaja hingga atas mata kaki.” Ini baru agak longgar. “Oh…… ada yang yang terlupa, kalau kamu pakai baju sedemikian, maka jilbab yang besar tidak sepadan lagi, sekarang kamu cari jilbab yang kecil agar lebih serasi dan sepadan, ala……. orang tetap menamakannya dengan jilbab.”

Maka para wanita yang terpengaruh dengan bisikan ini terburu-buru mencari fesyen ! pakaian yang dimaksudkan. Tak ketinggalan kasut tumit tinggi, yang kalau untuk berjalan, dapat menarik perhatian orang.

Kedua, Membuka Seperempat Hingga Separuh Betis

Terbuka telapak kaki telah biasa ia lakukan, dan ternyata orang yang melihat juga tidak begitu ambil peduli. Maka syaitan kembali berbisik, “Ternyata kebanyakan manusia menyukai apa yang kamu lakukan, buktinya mereka tidak ada reaksi apa-apa, kecuali hanya beberapa orang. Kalau langkah kakimu masih kurang leluasa, maka cubalah kamu cari fesyen lain yang lebih menarik, bukankah kini banyak skirt separuh betis dijual di pasaran? Tidak usah terlalu terdedah, hanya terlihat kira-kira sepuluh centimetre saja.” Nanti kalau sudah biasa,
baru kamu cari fesyen baru yang terbuka hingga separuh betis.”

Benar-benar bisikan syaitan dan hawa nafsu telah menjadi penasihat peribadinya, sehingga apa yang saja yang dibisikkan syaitan dalam jiwan! ya dia turutkan. Maka terbiasalah dia memakai pakaian yang terlihat separuh betisnya kemana saja dia pergi.

Ketiga, Terbuka Seluruh Betis

Kini di mata si wanita, zaman benar-benar telah berubah, syaitan telah berhasil membalikkan pandangan jernihnya. Terkadang si wanita berfikir, apakah ini tidak menyelisihi para wanita di masa Nabi dahulu. Namun bisikan syaitan dan hawa nafsu menyahut, “Ah jelas tidak, kan sekarang zaman sudah berubah, kalau zaman dulu para lelaki mengangkat pakaiannya hingga setengah betis, maka wanitanya harus menyelisihi dengan menjulurkannya hingga menutup telapak kaki, tapi kini lain, sekarang banyak lelaki yang menurunkan pakaiannya hingga bawah mata kaki, maka wanitanya harus menyelisihi mereka iaitu dengan mengangkatnya hingga setengah betis atau kalau perlu lebih ke atas lagi, sehingga nampak seluruh betisnya.”

Tetapi? apakah itu tidak menja! di fitnah bagi kaum lelaki,” bersungut. “Fitnah? Ah…… itu kan zaman dulu, di masa itu kaum lelaki tidak suka kalau wanita menampakkan auratnya, sehingga wanita-wanita mereka lebih banyak di rumah dan pakaian mereka sangat tertutup. Tapi sekarang sudah berbeza, kini kaum lelaki kalau melihat bahagian tubuh wanita yang terbuka, malah senang dan mengatakan ooh atau wow, bukankah ini bererti sudah tidak ada lagi fitnah, kerana sama- sama suka? Lihat saja fesyen pakaian di sana-sini, dari yang di pasar malam hingga yang berjenama di pusat membeli belah, semuanya memperagakan fesyen yang dirancang khusus untuk wanita maju di zaman ini. Kalau kamu tidak mengikutinya, akan menjadi wanita yang ketinggalan zaman.”

Demikianlah, maka pakaian yang menampakkan seluruh betis akhirnya menjadi kebiasaan, apalagi ramai yang memakainya dan sedikit sekali orang yang mempersoalkannya. Kini tibalah saatnya syaitan melancarkan tahap terakhir dari tipu dayannya untuk melucuti hijab wanita.

III. Serba Mini

Setelah pakaian yang menampakkan betis menjadi pakaian sehari- harian dan dirasa biasa-biasa saja, maka datanglah bisikan syaitan yang lain. “Pakaian memerlukan variasi, jangan yang itu-itu saja, sekarang ini fesyen skirt mini, dan agar sepadan, rambut kepala harus terbuka, sehingga benar-benar kelihatan indah.”

Maka akhirnya skirt mini yang menampakkan bahagian bawah paha dia pakai, bajunya pun bervariasi, ada yang terbuka hingga lengan tangan, terbuka bahagian dada sekaligus bahagian punggungnya dan berbagai fesyen lain yang serba pendek dan mini. Koleksi pakaiannya sangat beraneka ragam, ada pakaian untuk berpesta, bersosial, pakaian kerja, pakaian rasmi, pakaian malam, petang, musim panas, musim sejuk dan lain-lain, tak ketinggalan seluar pendek separuh paha pun dia miliki, fesyen dan warna rambut juga ikut bervariasi, semuanya telah dicuba. Begitulah sesuatu yang sepertinya mu! stahil untuk dilakukan, ternyata kalau sudah dihiasi oleh syaitan, maka segalanya menjadi serba mungkin dan diterima oleh manusia.

Hingga suatu ketika, muncul idea untuk mandi di kolam renang terbuka atau mandi di pantai, di mana semua wanitanya sama, hanya dua bahagian paling ketara saja yang tersisa untuk ditutupi, kemaluan dan buah dada. Mereka semua mengenakan pakaian yang sering disebut dengan “bikini”. Kerana semuanya begitu, maka harus ikut begitu, dan na’udzubillah bisikan syaitan berhasil, tujuannya tercapai, “Menelanjangi Kaum Wanita.”

Selanjutnya terserah kamu wahai wanita, kalian semua sama, telanjang di hadapan lelaki lain, di tempat umum. Aku berlepas diri kalau nanti kelak kalian sama-sama di neraka. Aku hanya menunjukkan jalan, engkau sendiri yang melakukan itu semua, maka tanggung sendiri semua dosamu” Syaitan tak ingin ambil risiko.

Penutup

Demikian halus,! cara yang digunakan syaitan, sehingga manusia terjerumus dalam dosa tanpa terasa. Maka hendaklah kita semua, terutama orang tua jika melihat gejala menyimpang pada anak-anak gadis dan para wanita kita sekecil apapun, segera secepatnya diambil tindakan. Jangan biarkan berlarut-larutan, kerana kalau dibiarkan dan telah menjadi kebiasaan, maka sakan menjadi sukar bagi kita untuk mengatasinya. Membiarkan mereka membuka aurat bererti merelakan mereka mendapatkan laknat Allah, kasihanilah mereka, selamatkan para wanita muslimah, jangan jerumuskan mereka ke dalam kebinasaan yang menyengsarakan, baik di dunia mahupun di akhirat.

Wallahu a’lam bisshawab.

Sumber idea dan buah fikiran:

Kitab “At ta’ari asy syaithani”, Adnan ath-Thursyah

Leave a comment

Filed under Muslimah

Ibadah Solat

Sembahyang ( solat )

Solat dan ibadah yang sebenar ialah solat dan ibadah hati.
Itulah maknanya memanglah kita gerakkan diri kita dengan berdiri, niat,kemudian takbir, kemudian ruku’, I’tidal, sujud, duduk, sujud kemudian duduk lagi, kemudian bertahiyyat , beri salam, …
Ini adalah kewajipan syara’.
Ertinya peraturan untuk mengerjakan sembahyang yang mana merangkumi syarat syaratnya sebelum sembahyang , syarat syarat nya apabila sudah masuk sembahyang dan juga merangkumi rukun rukunnya sekali hingga ke akhir solat itu ( Ini pada syara’)
Tapi sebagai ahli sufi, maka sembahyang yang sebenar adalah sembahyang yang disertakan dengan hati seolah olah hati itu ikut serta dengan anggota anggota , seolah olah hati itu sentiasa berhubungan dengan Allah swt. ikut dalam sembahyang.

Hakikat hati itulah yang dikatakan sembahyang yang sebenar benarnya.
Kalau hati lalai dan tidak khusyu’ ( tidak ada tumpuan ) dalam solat , maka solat jasmaniah akan berantakkan dan kucar kacir.
Jadi pada syara’ memang begitulah yang dituntut .,tapi kalau hatinya tidak benar benar khusyu’ , tidak benar benar merasakan bahawa sembahyang itu adalah berdepan dengan Allah , tidak benar benar hatinya merasakan bahawa pekerjaan sembahyang itu ditunaikan kerana mentaati Allah, tidaklah benar benar dikerjakan sembahyang itu kerana menurut apa yang diperintah Allah ,benar benar taqwa maka segala apa yang dilakukan oleh jasad tidak begitu mantap ( tidak tenteram ) kerana hatinya tidak ada dalam sembahyang itu. Ini dapat kita alami sendiri dalam amalan kita, kadang kadang berapa banyak yang kita sembahyang hanya setakat memenuhkan kemahuan jasad atau syara’ tetapi hati entah ke mana…wallahhu’alam…

Kita sendiri faham, semua orang mengalami macam ini.Itulah kadang kadang kita pernah sampai maghrib, pulang penat, belum isya’ saya tak solat isya’ dulu sebab saya rasa dengan keadaan penat begitu, sembahyang saya pun tak akan dapat khusyu’, tak tenteram dan tidak aman. Lebih baik saya tidur dulu dengan niat hendak bangun sebelum subuh; sebelum fajar kerana kalau paksa juga untuk sembahyang walaupun sembahyang itu digalakkan dilakukan pada waktu sepatutnya tapi bagi kita syafie , waktu petang atau waktu terakhir , waktu yang mesti dibuat pada waktunya atau waktu yang boleh diundur sebelum sampai habis waktunya.

Ini dibolehkan dengan ada sebab sebab dan bukan dengan sengaja. Rasa seperti penat , rasa bingung, ada masalah belum selesai; boleh tangguh dulu sehingga tenang , sehingga sudah tenteram, penat sudah hilang dan hati pun sudah sejuk. Tapi belum habis waktu lah , kalau sudah habis waktu terpaksalah juga , itu ikut syara’ tetapi hati tak tenteram.

Ini sebenarnya kalau boleh kita elakkan.
Apabila berlaku ( berantakkan ) , kedamaian diri dan jasmani yang diharapkan melalui solat jasmaniah itu tak akan tercapai.
Jadi bila jasmani berantakkan, tak tenteram, apa yang kita hajatkan dalam sembahyang tadi tidak akan tercapai kerana kita perlu khusyu’ dan perlu benar benar hatinya itu ‘ terlekat ‘ kepada Allah swt sepanjang sembahyang itu.

Kita ada dengar setengah setengah wali wali , atau orang orang soleh, atau orang orang yang waraq bersembahyang sehingga rumahnya terbakar ( ini bukan cerita dongeng ) kerana terlalu khusyu’nya dan seronoknya dia sembahyang, hatinya tidak ingat lain, lantas dia tak sedar yang rumahnya tadi terbakar atau atap rumah nya runtuh dan sebagainya.
Tak mustahil , kerana hatinya benar benar khusyu’ kepada Allah swt.Jadi kalau hati sudah berantakkan, tak ada erti bersembahyang sedangkan sembahnyang itu “ Inna solah tatan anil fasya iwal munkar “
<em><strong>Sembahyang yang sebenar adalah sembahyang yang benar benar mencegah kepada kekejian dan kemungkaran.</strong></em>
Kalau kita sembahyang tapi tak terhindar kemungkaran dan kekejian ertinya sembahyang nya tak berguna, bukan tidak diwajibkan,tidak, tapi ianya tidak berkesan pada hatinya…aaahhh..jangan pulak, kalau hati tidak khusyu’ maka tak mahu sembahyang , tak boleh jugak…

Kalau khusyu’ betul betul memang sulit atau susah seratus peratus tetapi seboleh bolehnya hadirkanlah hati. Sebab itulah kita lihat di negeri negeri tempat Islam banyak orang jahat, tak payah jauh jauhlah… jiran jiran kita ajer…orang orang Islam merompak, meragut…kebanyakkan orang islam.
Walaupun kekadang yang melakukan bukan orang islam tetapi sebahagian besar beragama islam sebab dalam fatwa fatwa pun islam..
Fatwa dari Sheikh Azhar : “Mana mana daging yang disembelih dari negara yang kebanyakkannya adalah ahlul kitab maka halal dimakan “
Kebanyakkan ahlul kitab aa di mana?…di Eropah, di Amerika di Australia.
Dagingnya disembelih oleh Yahudi al Maseh..halal dimakan.
Tetapi daging daging yang disembelih dari Negara Negara bukan dari ahlul kitab seperti Korea, India, China atau Jepun umpamanya, maka kita tengok tengoklah sekiranya orang islam yang menyembelih maka sembelihan itu sah kalau kita yakin.

Tapi kalau sekiranya keseluruhan tidak menunjukkan bukan orang islam yang menyembelih bermakna tidak sah dimakan kerana kebanyakkannya bukan ahlul kitab.
Kalau sekiranya ..katakan,,.. yang menyembelih ( fatwa Sheikh Ahmad Bashir ) “~kita boleh ambil dari Autralia kerana kebanyakkan orang Australia adalah orang ahlul kitab.

Ini bermakna bukan berpegang kepada Mazhab Shafie yang asal kerana maengikut Shafie, orang ahlul kitab ini , hanya yang diakui yang asal keturunan dari ahlul kitab sebelum lahirnya Nabi Muhammad saw .
Ertinya sebelum lahir lagi Rasulullah, dia menjadi seorang Yahudi, atau dia menjadi seorang Nasrani. Bila lahir Nabi..kemudian anak anak dia seterusnya keturunannya menjadi ahlul kitab.

Tapi kalau lahir kemudian ertinya yang lain bukan dari orang orang ini, maknanya orang lain masih Yahudi ke atau Nasrani ker…Shafie tak terima..Itulah Mazhab Shafie. Tapi mazhab lain seperti Hanafi,..mereka terima.Tak kiralah asalkan dia ahlul kitab, samada dia masuk ataupun dia asal.Itu bezanya.Jangan keliru pulak.
Kalau kita nak ambik mudah, macam itulah..
Ertinya tiap yang datang daripada kebanyakkannya orang ahlul kitab maka halal lah penyembelihannya.

Kalau yang berlaku di Negara Islam kemudiannya perompaknya adalah orang islam, peragutnya orang islam, maknanya mereka ini tidak dipengaruhi oleh sembahyang mereka kerana kalau mereka bersembahyang betul betul kerana Allah swt, taat kepada Allah mereka tidak akan melakukan perkara tersebut.

Itu jelas.Kenapa?. Kerana sembahyang tetapi tidak hatinya , hatinya tidak tersangkut betul betul kepadaa Allah swt.

Solat jasmaniah itu hanya mampu dilakukan dengan hati yang khusyu’.

Kacang goreng sedap, lemak tetapi yang menjadi khasiat ialah isi kacang itu iaitu minyak yang ada di dalam kacang dapat menolong menjadi zat kepada kacang itu.

Begitulah juga bila kita minum air tebu,..sampai kenyang ( 1420) tapi yang menjadi khasiat ialah khasiat yang dikandung oleh tebu itu. Apa yang dalam khasiatnya, umpama begitulah.
Jadi itulah maknanya khasiat sembahyang, khasiatnya adalah hatinya.

Sabda Rasulullah saw :” Allah tidak melihat kepada jasad dan rupa kamu tetapi yang dilihat adalah hati dan amalan kamu”.

Dalam satu hadis lain mengatakan : “ Niat seeorang itu lebih baik dari kerjanya kerana kerjanya mungkin tak baik tapi kalau hatinya baik tentulah kerjanya baik. Tak ada orang niat baik kerjanya tak baik.Tentulah niatnya tak baik kalau kerjanya tak baik.

Kalau hati tidak khusyu’, bagaimanakah hendak dikatakan solat sedangkan solat itu perlu kepada hati yang khusyu’.Jadi sekarang kalau kita cuba sedaya upaya walaupun sembahyang yang wajib saja tapi cuba betul betul khusyu’, jangan ingat lain.
Contohnya kalau ada kecoh di belakang saf pun cubalah..Buat macam tak nampak..begitulah..
Macam tak sedar , macam tulah sebab kita betul betul memberi tumpuan kepada Allah swt.
Bagaimanakah hendak difahamkan apa yang diucapkan pada hal semua ucapan itu ditujukan kepada Tuhan biar dia puji pujian untuk Allah mahu pun doa doa untuk dirinya sendiri.
Kalau tak khusyu’ , apa yang dicakapkan tak ada erti.
Dia berkata “ Bismillahirrahmannirrahiim” tak ada khusyu’, itu yang dia faham.
Apa maknanya…itu macam burung kakak tua saja ker ?..
Nak tahu maknanya…cari buku…tengok tengok makna nya…hafalkan…

Siapa yang belum tahu makna Fatiha, lekas lekas hafalkan, kalau tak hafal,..tulis besar besar , letak kat depan…
Maknanya : Dengan nama Allah yang amat Pengasih lagi Penyayang
Segala puji pujian itu adalah untuk Allah
Tuhan semesta alam

Tak apa kita tengok, jadi kita khusyu’ ke situ.Lihat maknanya kerana kita tak hafal.
Kalau kita dah hafal alhamdulillah. Saya percaya anda semua dah hafal…sudah alim, bukankah begitu…alhamdulillah…

Tapi siapa yang belum hafal maknanya fatiha ni tulis terang terang, lekat kat dinding, kat rumah tu tempat sembahyang mengadap dinding, letak besar besar,
Kalau tak boleh buat besar besar, belanja sikit, pergi kedai dan cetak besar besar. Ada kedainya untuk itu…
Fatiha saja ni ,…belum lain lagi …belum tahiyat lagi…
Senang… supaya apa yang kita tutur tu macam apa yang kita fikir dalam hati kita , macam kita terfikir dalam otak kita.
Ini perlu…barulah boleh..

Kerana dalam sembahyang tadi puji pujian Allah, mengenal sifat sifat Allah, mengatakan doa kita….semuanya dalam fatiha tadi..
Hal ini wajarlah di perhatikan dengan teliti dan baik baik agar solatnya menjadi sempurna dan terbaik, mestilah betul betul.
Biar kita berkualiti, mempunyai nilai yang bagus lebih baik dari kuantiti sembahyang sampai satu malam tak habis habis tetapi tak ada apa apa.
Hatinya entah ke mana…hatinya entah lari ke mana…tak tahulah…
Ini tak boleh , sembahyang yang utama, lebih utama dari yang lain lain , daripada zikir atau daripada apa apa., kerana sembahyang ni wajib.
Zikir ini sunat saja ,..tambah tambahan.

Sembahyangnya diperbetulkan, khusyu’kan. Letakkan hati betul betul kepada Allah swt. Tak banyak pun tak apa tapi betul betul ertinya sebenar benar menuju kepada Allah Taala sebagaimana kita sembahyang menuju menghadap Kaabah,…Baitullah…
Begitu juga hati kita harus betul betul menuju kepada Allah swt. Itulah tentang solat.Tentang bagaimana yang sepatutnya kita menjaga solat kita sebagaimana kita telah tafsirkan firman Allah : “ Pelihara kamu sembahyang sembahyang . semua sembahyang ( sembahyang sunat pun juga…) tapi yang di maksudkan di sini adalah sembahyang wajib, kemudian sembahyang yang tengah tengah…

Ahli sufi mentafsirkan bahawa sembahyang tengah tengah ialah sembahyang yang disertakan dengan hati yang khusyu’. Itu tafsiran ahli sufi.
Kalau kita dapat tafsiran lain lain maknanya bukan tafsiran ahli sufi.
Ia tafsirkan umpama sembahyang asar, ada yang tafsirkan sembahyang subuh, zohor dan pelbagai tapi yang masyhur adalah sembahyang asar seperti maksudnya dalam surah al Baqarah ayat 238..Yang tidak pasti boleh rujuk kepada tafsiran al Quran atau kepada tafsiran yang biasa yang penah baca.

Solat itu adalah doa
Solat itu pada bahasa adalah doa.Ertinya solat dan doa ini sama maknanya.
Itu sebab bila Allah Taala mengatakan : Innallah hawamala ikatahu sollu na alan nabi
ya ayuhallazi na amanu sollu alaihim wassalimmu taslimah.
Allah bersolat kepada nabi, malaikat bersolat kepada nabi, kita bersolat kepada nabi. Jadi ada bezanya.
Allah Taala bersolat kepada nabi maknanya Allah memberi rahmat kepada nabi Muhammad saw. Malaikat bersolat kepada nabi maknanya minta doa daripada nabi Muhammad saw ,kita juga bersolat kepada nabi bermakna kita memohon doa kepada Rasulullah saw.

Dari segi syara’ pula, sembahyang ialah sesuatu yang dimulakan dengan takbir seterusnya niat dan disudahi dengan salam. Jarang yang bermula dengan takbir dan di akhiri dengan salam kecuali sembahyang. Samada sembahyang biasa , sembahyang mayat mesti dimulakan dengan takbir kemudian dalam takbir tadi syarat syarat dengan rukun rukunnya dan di akhiri dengan salam.

Cukuplah Assalamualaikum pun boleh.
Solat ialah doa hamba kepada khaleqnya yakni Allah swt kerana solat itu kita berdoa.
Itu sebab setengah setengah daripada pelajar pelajar atau orang orang yang malas nak berdoa selepas sembahyang , tak mau berdoa, pun tak apa. Sembahyang itu sudah doa. Jadi buat apa kita nak doa doa lagi…cukup…betul tak..?
Memang betul…Sembahyang itu doa maka selepas sembahyang tak berdoa pun tak apa. Memang betul.Kita tak menolaknya.Ini kebenaran.
Doa yang dimulakan dengan takbir dan disudahi dengan salam,betul?
Tak berdoa selepas sembahyang pun tak apa.Tapi kenapa kita tak mau tambah? Kita tambah tambah kan bagus. Salahkah kita menambah?
Selepas sembahayng kita doa lain. Mungkin kita sembahyang tadi tak sempat dioa.Jadi tambahkanlah doa itu.
Kita minta apa apa yang kita rasa ingin kita minta dengan tambahan ini tadi.
Doa di masjid lebih bagus lagi.Walaupun boleh selepas sembahyang kita tak berdoa tapi sebagai menambah kepada doa itu tidak ada apa apa kesalahannya.Seberapa banyak kita nak baca doa atau pun seberapa banyak kita nak berzikir, kita baca zikir zikir yang kita perlu,…zikir yang menguatkan hati kita lebih khusyu’.Tidak mengapa.Kedua duanya betul lah. Di bolehkan.

Solat juga adalah pertemuan di antara hamba dengan tuhannya.
Kita tak nampak tuhan tapi kita percaya Dia ada. Jadi dengan sembahyang inilah peluang kita. Peluang kita bercakap dengan tuhan. Peluang kita meluahkan , menyatakan akan apa yang terhasrat dalam hati kita sebab itu kalau imam baca panjang ( surah ) kita boleh doa yang lain lain. Boleh berdoa atau kita baca sendiri ayat ayat lain yang kita tahu maknanya atau faham, kalau sekiranya kita tak dapat menghayati bacaaan imam.

Kalau kita dapat menghayati bacaan imam, kita diam kerana Allah swt berfirman: “ Wa izza kullli al Quran “ ~ Apabila baca al Quran hendaklah diam dan dengar “
Tidak batal semnbahyang kerana untuk mengelakkan daripada fikiran kita melayang dan hati mengata mengata yang lain.

Jadi kita seolah olah bertemu dengan tuhan. Tempat pertemuan itu dalam hati kerana kita tak nampak tuhan dengan Basar tetapi kita nampak tuhan dengan Basirah.Makanya kita tidak dapat melihat ( nampak ) tetapi hati kita nampak ( mengetahui ).

Jika hati itu tertutup dan tidak peduli atau pun mati maka solatnya tidak memberi sebarang manfaat kepada dirinya.
Dia sudah menjalankan kewajipan,.dari segi syara’ dia telah menjalankan kewajipan di mana solat tadi adalah wajib dan dia telah mengerjakan kewajipan itu tetapi bagi dirinya tidak memberi faedah apa apa.

Tidak memberi manfaat kerana dia tidak peduli :
1) tak ambil endah
2) hatinya mati
3) lalai

Jadi solatnya tidak memberi manfaat. Bukanlah bermakna tidak dapat pahala …dapat…Cuma tak memberi manfaat kepada dirinya.Dia tidak nampak kepada siapa dia bercakap itu.

“ Iyya kana’ budhu “
“ Engkau lah kami sembah “

Maknanya “Enkau “ ( tuhan …depan kita, kita cakap.)
Ber mukhatabah ana kepada Anta ( Antum )

Ini mestilah ada hati yang betul betul sedar.Bukan hati yang lalai.

Solat yang tidak khusyu’ itu tidak mendatangkan apa apa faedah kepada diri jasmani kerana hati itu adalah zatnya bagi badan. Hati lah yang menggerakkannya. Hati lah sebagai benihnya. Hati lah yang mendorong badan. Jadi kalau solatnya tidak dengan hati tak ada faedah. Kalau tidak khusyu’ bersama hati , tidak mendatangkan faedah.
Yang lain lain anggotanya yang bertindak dalam solat itu bergantung kepadanya.
Semua anggota anggota bergantung kepada hati. Hatilah yang penting sekali.Sebab itu jika hatinya baik maka orang itu baik lah.

Hadis Rasululllah saw , sabda Rasulullah saw : “ Ingatlah kamu, sesungguhnya dalam jasad itu ada segumpal daging ( atau sepotong, sekeping , seketul ) .; apabila daging ini bagus maka baguslah segala jasad . Sebaliknya jika daging tadi rosak maka rosaklah keseluruhan jasadnya. Ingatlah bahawa daging itulah hati.”

Selalu orang kata bahawa jantung itulah hati. Tapi ebenarnya kita pun tak tahu. Yang kita tahu sepotong daging. Macam mana kita boleh rasa sedih, atau gembira sampai kekadang menangis. Dari mana puncanya.? Dari otak?.. tidak …dari hati…
Hati ini adalah yang utama dibandingkan dengan jasad. Kalau baik hati ini maka jasad pun baik. Jika hati tak baik maka tak baiklah jasad.

Jelaslah jika hati seseorang itu sakit yakni rosak maka akan rosaklah semua anggota yang lain.
Bagaimana boleh dikatakan solat seseorang itu baik jika hatinya tidak baik atau rosak. Hati yang jadi pengukur. Kalau hati dalam sembahyang tidak betul betul rosaklah sembahyang itu kerana hatinya tidak betul betul kepada Allah. Penat saja sembahyang. Memang betullah telah menunaikan yang wajib tapi dapat penat kerana hatinya entah ke mana hilang. Belayar kepada wallahu’alam.

Solat yang zahir itu dilakukan pada waktu waktu yang tertentu ; lima kali sehari zohor 4 rakaat, asar 4 rakaat, maghrib 3 rakaat, isya’ 4 rakaat dan subuh 2 rakaat. Ini zahir. Ikut pada syara’.
“wa aqi musollah “ – dirikanlah sembahyang.

Rasulullah menyatakan : “ Apa itu Islam ?” Menyaksikan bahawa tiada tuhan melainkan Allah. Mendirikan sembahyang, mendatangkan zakat, berpuasa di bulan ramadhan dan mengerjakan haji. Ini rukun islam.
Ini wajib. Jadi orang mengerjakan yang wajib tetapi anggotanya saja.
Solat yang ahir itu dilakukan pada waktu waktu yang tertentu 5 kali sehari semalam. Tempat paling baik melakukan solat ialah di masjid ( alhamdulillah ) dan dilakukan pula dengan berjemaah.

Oleh yang demikian selagi kaki boleh berjalan, boleh sampai ke masjid, jangan tak datang ke masjid, paling paling satu hari sekali atau paling paling susah seminggu sekali. Solat Jumaat lah. Tak apalah…jika tak mampu…Jikalau boleh setiap kali dan setiap hari…. Itu paling baik. Dan dilakukan dengan berjemaah , kalau boleh di rumah tu berjemaahlah. Kalau boleh bimbing…alhamdulillah…bersama isteri ( isteri isteri ) dan anak anak …kita sembahyang di rumah saja. Tak mengapa. Tapi sekali sekali pergi masjid. Lebih banyak jemaah lebih afdal daripaa sembahyang di rumah sebab rumah sedikit jemaahnya ..
Kerana solat berjemaah itu ada banyak faedahnya sekurang kurangnya pahala yang berganda. Satu kali jemaah di bandingkan dengan orang yang bersembahyang sendiri bezanya 27 derajat, ( lebihkurang 2700 % ) di samping dapat berdoa beramai ramai yang rahsianya amatlah nyata bagi orang yang mengerti tetapi ramai orang yang tidak memerhatikan soal solat berjemaah ini pada hal dia boleh mendapatkan jemaah untuk solat bersama sama.

Ramai orang tak tahu fadhilat solat berjemaah. Memang ada orang yang memerhatikan solat jemaah seolah olah dia tidak mementingkan janji Allah yang memberikan pahalanya berganda, seolah olah dia tidak mengutamakan unjuran Tuhan supaya berdoa dengan beramai ramai, seolah olah dia tidak mengendahlan perintah syariat supaya selalu mendirikan solat berjemaah.

Ini bagi orang yang tidak faham dengan sembahyang berjemaah. Oleh demikian , kalau kita boleh dan mampu, galakkan lah diri kita dan selalulah diri kita berjemaah. Dan kita mohon kepada Allah swt supaya kita betul betul berada bersama Allah swt. Dalam sembahyang khusyu’.( untuk mendapat sembahyang khusyu’ adalah dengan solat berjemaah )
Berjemaah akan mendapat pahala yang lebih derajat yang lebih. Jadi siapa yang meningkari ini macam seolah olah mengingkari perintah Allah swt. Orang jahil mungkin di maafkan tetapi hati hatilah, dari perintah solat berjemaah ini, berilah perhatian kepadanya semoga moga Allah memerhatikan kita….

Wallahu’alam.

Leave a comment

Filed under Ibadah, Renungan

Isteri Solehah Mengatasi Paras Rupa

dua

Sabda Rasullah s.a.w:

“Dunia itu adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia ialah Wanita yang solehah.”

– Riwayat Muslim, Kitaab al-Ridha.

Agama merupakan faktor terpenting dalam mendapatkan kebahagiaan rumah tangga. Namun, tidak ramai di kalangan umat manusia pada zaman ini yang meneliti dan mengambil faedah daripada panduan agama dalam memilih calon isteri.

Ramai di kalangan kita yang masih tidak menyedari bahawa faktor ini berupaya memberikan kebahagiaan dan keuntungan dunia dan akhirat.

Wanita yang beragama sentiasa mentaati ALLAH dan Rasul-NYA. Menjaga maruah diri dan ibu bapa, menundukkan pandangan di hadapan lelaki yang bukan mahram, berusaha menuntut ilmu, memahami dan mengamalkan apa yang difahaminya. Sentiasa bertaubat dan mendekatkan diri kepada ALLAH dengan melakukan pelbagai amalan wajib dan sunat.

Wanita yang terdidik dengan agama akan sentiasa memastikan dirinya bersih, kemas dan cantik. Ini kerana agama memerintahkan dia melakukan demikian. Semua itu dilakukan ikhlas kerana ALLAH berserta keyakinan bahawa dia akan dibalas dengan pahala di sisi TUHANnya.

Dia sentiasa memelihara diri dan menutup aurat dari pandangan lelaki yang bukan mahram. Percakapan yang lembut dan tepat seringkali menjadikan dirinya disukai dan disayangi oleh sesiapa sahaja yang mengenalinya. Masa yang terluang sentiasa dipenuhi dengan aktiviti yang berfaedah dan demi kebaikan diri serta agama.

Melakukan Aktiviti yang Berfaedah

Menuntut ilmu amat penting untuk mempersiapkan diri dengan ilmu yang bermanfaat untuk diri dan rumah tangganya. Setiap saat yang berlalu tidak dibiarkan terbuang begitu sahaja. Malah, dipenuhi dengan apa sahaja aktiviti yang boleh menambahkan ilmu pengetahuan sama ada berbentuk majlis ilmu, membaca bahan bacaan yang melibatkan isu semasa umat Islam atau kitab-kitab muktabar. Ilmu yang diterima bukan sahaja untuk faedah diri sendiri. Malah, dikongsi bersama ahli keluarga dan sahabat handai.

Dia tidak mudah dipengaruh oleh penyakit sosial yang sedang hebat melanda wanita lain di masa kini. Tidak dilalaikan oleh hiburan yang melampau. Tidak pernah terpengaruh dengan sekelilingnya yang sentiasa mengajak kepada kemungkaran. Sentiasa menjaga batas pergaulan lelaki dan wanita dan berwaspada terhadap budaya berseronok-seronok yang sedang menyerang muda-mudi masa kini.

Ketika rakan sebaya sedang asyik menikmati masa muda dengan cara berpeleseran, berpacaran, membuat janji temu dengan pasangan masing-masing, dia sibuk dengan kerja-kerja yang berguna untuk agama. Dia banyak menghabiskan masa dengan beribadah, mendirikan solat, menuntut ilmu pengetahuan, berbakti kepada ibu bapa dan mengisi masa senggangnya dengan pelbagai jenis aktiviti yang berfedah.

Keinginan untuk menyintai dan dicintai yang merupakan fitrah manusiawi tidak pernah dinafikan. Namun, kepada ALLAH jualah dia meminta agar dipermudahkan jalan untuk menyintai dengan cara yang halal dan diredhai ALLAH. Jiwa remajanya yang meruntun ke arah itu ditepisnya dengan iman dan takwa serta keyakinannya terhadap ALLAH. Kecintaan kepada ALLAH dan Rasul-NYA serta kegigihan untuk menjauhi segala yang diharamkan oleh ALLAH membantu dia menjalani zaman remaja yang penuh cabaran dengan benteng iman dan takwa.

Mana mungkin dia melayan semua bisikan syaitan ke arah itu. Sedangkan dia amat jelas tentang hukumnya. Dia amat sedar akan batasan hubungan itu. Dalam al-Quran, surah al-Nur ALLAH memerintahkan agar wanita-wanita yang beriman menundukkan pandangan. Melalui sabda Rasulullah s.a.w pula, jelas bahawa baginda melarang berdua-duaan antara dua kaum yang berlawanan jenis kerana syaitan akan mencelah di antara mereka, lalu mendorong ke arah maksiat yang lebih besar, iaitu zina.

Mentaati Ibu Bapa

Kedua-dua ibu bapa ditaati dengan sepenuh hati sebagai memenuhi perintah ALLAH agar berbuat baik kepada mereka dalam perkara makruf. Dia tidak pernah meninggikan suara jauh sekali menyakiti hati kedua-duanya. Ini bersesuaian dengan perintah ALLAH yang berbunyi:

“Dan TUHANmu telah perintahkan supaya engkau tidak menyembah melainkan pada-NYA semata-mata dan hendaklah engkau berbuat baik terhadap ibu bapa. Jika salah seorang dari kedua-duanya atau kedua-duanya sampai kepada umur tua dalam jagaan dan peliharaan-MU, maka janganlah engkau berkata kepada mereka (sebarang perkataan kasar) sekalipun perkataan “ah” dan janganlah engkau menengking dan menyergah mereka. Tetapi ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia (yang bersopan santun). Dan hendaklah engkau merendah diri kepada kedua-duanya kerana belas kasihan dan kasih sayangmu dan doakanlah (mereka, dengan berkata): Wahai TUHANku, cucurilah rahmat kepada mereka berdua sebagaimana mereka telah mencurahkan kasih sayang dalam memelihara dan mendidikku semasa kecil.”

– Surah al-Israak: 23 – 24.

Redha dan Syukur dengan Apa yang Ada

Harta benda bukanlah matlamat utama hidupnya. Jika dia diberikan kekayaan, dia bersyukur dan tidak sombong. Malah seboleh mungkin melakukan kebajikan dengan bersedekah kepada yang kurang upaya. Sebaliknya jika dia ditakdirkan miskin, dia juga bersyukur dan bersabar. Dirinya sentiasa sedar bahawa di luar sana masih ramai yang diuji dengan kemiskinan yang lebih dahsyat daripada apa yang dialaminya. Segala yang ditentukan oleh ALLAH buat dirinya diterima dengan penuh redha. Yakin bahawa setiap sesuatu yang telah ditentukan oleh ALLAH ke atasnya adalah baik untuk kehidupan dunia dan agamanya.

Sabda Rasulullah s.a.w:

“Sungguh mengkagumkan sifat orang mukmin. Apa sahaja keadaannya pasti baik. Ia tidak pernah dialami oleh sesiapa pun melainkan orang mukmin. Jika dia senang, dia bersyukur dan ia baik untuk dirinya. Dan jika dia susah dia bersabar dan itu baik untuk dirinya.”

– Riwayat Muslim.

Dia juga sentiasa mengikut teladan wanita-wanita pada zaman sahabat dan salafussoleh. Mereka berjaya melahir dan mendidik generasi yang bijak pandai. Antaranya, dengan mencontohi Fatimah binti Muhammad .a yang sabar menghadapi kemiskinan, mencontohi Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar .a dalam kebijaksanaan dan kecintaan kepada ilmu, mencontohi Ummu Sulaim binti Milhan .a dalam kecintaan dan kesetiaan kepada suami dan kejayaan mendidik, mencontohi Asma bin Abu Bakar .a dalam semangat yang kental dan ketabahan menghadapi pelbagai ujian hidup.

Wanita Solehah Adalah untuk Lelaki Mukmin

Oleh itu, adalah tidak wajar bagi seorang mukmin sejati melupakan kesemua ciri wanita solehah ini dalam memilih pasangan lalu menilai semata-mata dari sudut paras rupa yang menarik tetapi buruk akhlaknya. Ini amat merugikan suami dan rumah tangga muslim yang bakal dibina.

Segala ciri di atas menggambarkan betapa indahnya sifat wanita solehah. Dan alangkah bahagianya lelaki yang memiliki hati wanita ini. Keindahan ini tidak dapat ditandingi oleh mana-mana ratu cantik dunia. Sekalipun pada pandangan manusia lain dia tidak memiliki paras yang cantik.

Firman ALLAH S.W.T yang bermaksud:

“(Kebiasaannya) wanita-wanita yang jahat adalah untuk lelaki-lelaki yang jahat. Lelaki-lelaki yang jahat juga adalah untuk wanita-wanita yang jahat. Dan sebaliknya wanita-wanita yang baik adalah untuk lelaki-lelaki yang baik serta lelaki-lelaki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik.”

– Surah al-Nur: 26.

Walau bagaimanapun, ini bukanlah bermakna agama melarang sama sekali seseorang itu memilih calon isteri yang cantik paras rupanya. Tiada siapa menafikan bahawa paras rupa yang menarik boleh menambahkan lagi keinginan seorang lelaki untuk menikahi seorang wanita. Ini merupakan fitrah dan diperakui oleh agama.

Sabda Rasulullah s.a.w:

“Apabila salah seorang kamu meminang seorang wanita sekiranya dia dapat melihat wanita itu, dia hendaklah melihatnya agar bertambah keinginannya untuk berkahwin.”

– Riwayat Ahmad, Abu Daud dan al-Bazzar. Disahihkan oleh al-Hakim dan Ibn Hibban.

Juga berdasarkan sabda Rasulullah s.a.w:

“Wanita itu dinikahi kerana empat perkara. Kerana hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Oleh itu, pilihlah yang beragama nescaya kamu akan beruntung.”

– Riwayat al-Bukhari dan Muslim.

Paras Rupa Bukanlah Segala-galanya

Namun, apa yang dilarang ialah sikap seorang lelaki mukmin yang mengabaikan pemilihan isteri dari sudut agama kerana mengutamakan rupa paras. Sehinggakan sanggup memilih wanita yang tidak berakhlak semata-mata kerana kecantikannya. Dan mengabaikan wanita mukminah lain yang lebih baik dari segi akhlak.

Ini bersesuaian dengan firman ALLAH yang menyebut bahawa seorang hamba perempuan yang beriman itu lebih baik untuk dijadikan pasangan hidup berbanding wanita musyrik. Walaupun rupa paras wanita musyrik itu lebih menawan hati lelaki mukmin.

Firman ALLAH S.W.T yang bermaksud:

“Sesungguhnya seorang hamba perempuan yang beriman itu lebih baik daripada perempuan kafir musyrik sekalipun keadaannya menarik hati kamu.”

– Surah al-Baqarah: 221.

Isteri Adalah Pemimpin di Rumah Suami 
Wanita yang beragama berupaya mendidik anak-anaknya dengan sempurna. Dia tahu dan sedar bahawa dirinya adalah ketua di rumah suaminya. Bertanggungjawab dalam memastikan anak-anak diberikan didikan agama yang secukupnya. Oleh itu, dia sentiasa memastikan anak-anaknya membesar dengan sempurna dari segi rohani dan jasmani. Jadi, suami yang meninggalkan anak-anaknya bersama isteri kerana mencari rezeki tidak akan bimbang kerana dia sedar bahawa isteri solehah lagi beragama yang dipilihnya itu berupaya menjaga dan mendidik anaknya dengan amanah sepanjang ketiadaannya di rumah.

Sabda Rasulullah s.a.w:

“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap orang akan ditanya terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan ditanya terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang suami adalah pemimpin keluarganya dan akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanya tentang orang yang dipimpinnya. Setiap seorang kamu adalah pemimpin dan akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya.”

– Riwayat al-Bukhari dan Muslim.

Paling baik ialah memilih wanita yang mempunyai kedua-dua ciri yang dinyatakan di atas, iaitu cantik dan beragama. Perlulah berupaya menjaga maruah diri dan suami, menggembirakan hati suami, membina keluarga Islam yang harmoni dan membimbing keluarga menuju ALLAH. Namun, jika seorang lelaki berada dalam keadaan di mana dia perlu memilih salah satu daripada di atas, dia hendaklah mengutamakan agama.

Mendidik Isteri Tentang Agama

Mungkin ada di kalangan muslimin yang mengatakan bahawa dia berupaya memberikan didikan agama yang secukupnya kepada bakal isterinya kelak setelah berumah tangga. Lalu memandang remeh usaha mencari wanita yang beragama sebagai calon isteri. Tetapi, tidak ramai yang sedar bahawa bukan mudah mendidik isteri tentang agama dari mula sehingga dia benar-benar faham agama keseluruhannya. Usaha mendidik anak mungkin terbantut kerana isteri itu sendiri masih belum mendalaminya. Ini merumitkan lagi tugas suami kerana terpaksa menghabiskan tenaga yang banyak dalam mencari nafkah, mendidik isteri dan memastikan anak-anak membesar dengan agama yang sempurna.

Sebaliknya, isteri yang telah pun faham dan mengamalkan tuntutan agama dengan baik akan memudahkan tugas suami. Bukan sahaja meringankan beban suami dengan memberikan pelbagai pandangan yang bernas untuk kebaikan rumah tangga, malah anak-anak juga membesar dengan didikan agama yang sempurna. Dan suami tadi tidak perlu lagi memikirkan cara mendidik isteri kerana dia sendiri telah pun faham segala tuntutan agama lalu menerapkannya kepada anak-anak dan rumah tangga.

Paras Rupa, Harta Benda dan Kedudukan Tidak Kekal

Kecantikan paras rupa, harta benda dan darjat keturunan tidak akan berkekalan. Namun, kebaikan dan akhlak yang mulia akan kekal selagi hayat dikandung badan. Sehinggalah ia membawa pelakunya ke syurga.

Antara kelebihan wanita solehah ialah akan sentiasa menghiburkan hati suami, redha dan menghargai pemberian suami serta sanggup bersama suami sama ada ketika susah mahupun senang. Ini kerana, agama menuntut dia melakukan demikian.

Sabda Rasululah s.a.w:

“Tidak boleh bagi seorang manusia bersujud kepada manusia lain. Sekiranya perbuatan sujud seorang manusia kepada manusia lain ini baik, nescaya aku akan perintahkan wanita sujud kepada suaminya kerana hak suami ke atasnya terlalu besar.”

– Hadis tsabit riwayat Ahmad dan al-Bazzar.

Sebuah riwayat menceritakan:

“Seorang wanita datang kepada Rasulullah s.a.w kerana hajat tertentu. Apabila selesai, Rasulullah s.a.w bertanya: Adakah kamu mempunyai suami? Dia menjawab: Ya. Sabda baginda: Bagaimanakah kamu dengan dia? Dia menjawab. Aku tidak melalaikan haknya melainkan jika melibatkan apa yang tidak mampu kulakukan. Sabda baginda: Kamu perlu lihat keadaan kamu daripadanya. Sesungguhnya dia adalah syurga dan neraka kamu.”

– Riwayat Ahmad dan al-Nasaai dengan sanad yang baik.

Wanita solehah memahami hak suami. Dia berusaha menunaikan semua hak itu semata-mata kerana mengharapkan redha ALLAH. Apa sahaja masalah rumah tangga yang dihadapinya akan ditangani secara baik dan terbuka. Dia juga bersedia menerima segala sikap baik dan buruk suami. Serta memohon petunjuk ALLAH agar dipermudahkan segala masalah yang dihadapinya ketika melayari hidup berumah tangga. Dia tidak akan sekali-kali membuka rahsia suami kepada orang lain terutamanya yang melibatkan rahsia di tempat tidur mereka.

Sabda Rasulullah s.a.w:

“Sesungguhnya seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi ALLAH pada hari kiamat ialah seorang lelaki yang mendatangi isterinya dan isteri yang mendatanginya, lalu salah seorang mereka mendedahkan rahsia pasangannya.”

– Riwayat Muslim.

Mereka sentiasa gembira dan ikhlas menjalankan tugas sebagai isteri semata-mata kerana ALLAH dan yakin terhadap sabda Rasulullah s.a.w bahawa seorang wanita yang melakukan solat lima waktu, puasa Ramadan, menjaga kemaluan dan mentaati suami, dia boleh masuk syurga melalui mana-mana pintu yang disukainya.

(Hadis sahih riwayat Ahmad dan al-Tobrani).

Oleh itu, segala perintah agama dilaksanakan sepenuh hati semata-mata kerana ALLAH. Muslimah yang baik sentiasa memahami bahawa ketaatan yang diberikan kepada suami adalah sebagai melaksanakan perintah ALLAH. Setelah itu dia akan diberikan pahala yang tidak terhingga banyaknya. Keengganannya berbuat demikian mengundang laknat dan kemurkaan ALLAH.

Tidak Menolak Permintaan Suami

Wanita solehah tidak akan sekali-kali mengabaikan permintaan suaminya di tempat tidur. Dia sentasa berwaspada terhadap sabda Rasulullah s.a.w yang menyebut:

“Demi yang jiwaku di tangan-NYA, mana-mana suami yang memanggil isteri di tempat tidur, lalu isteri itu enggan memenuhinya, maka segala yang ada di langit dan bumi akan murka terhadapnya sehinggalah suaminya redha kepadanya.”

– Riwayat Muslim.

Dia juga memahami bahawa permintaan suaminya itu wajib dipenuhi segera dan tidak boleh ditangguhkan walaupun ketika itu dia sedang sibuk di dapur atau berada di atas kenderaan.

Permintaan yang ditunaikan itu dapat menjaga dan membantu suaminya menghindari segala bisikan dan runtunan syahwat yang melanda fikirannya. Dan menenangkan jiwa suaminya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim Nabi s.a.w bersabda:

“Apabila salah seorang kamu tertawan dengan seorang wanita dan hal itu berbekas dalam hatinya, dia hendaklah segera mendapatkan isteri dan menggaulinya. Sesungguhnya itu akan membuang segala perasaan yang ada dalam dirinya.”

– Riwayat Muslim.

Hal ini amat berbeza sekali dengan wanita yang tidak memahami tuntutan agama. Mereka sewenang-wenangnya menolak permintaan suami dan menganggap perbuatan itu tidak mendatangkan sebarang dosa. Mereka sewenang-wenangnya memberi alasan penat atau sebagainya. Amaran dan ancaman laknat ALLAH dan malaikat terhadap perbuatan itu langsung tidak berbekas dalam hatinya.

Wanita solehah yang memahami kewajipan itu akan berusaha sebaik mungkin menjalankan tanggungjawabnya. Sepenat manapun, dia akan berusaha menunaikan segala permintaan suami. Ini kerana, redha ALLAH kepadanya terletak pada redha suami terhadap dirinya.

Antara Suami dan Kerjaya

Setinggi manapun kerjaya yang disandangnya, ia tidak sama sekali menyebabkan tugasnya di rumah diabaikan. Dia sentiasa sedar bahawa ketika berhadapan dengan ALLAH di akhirat kelak, dia akan ditanya sejauh mana dia melaksanakan amanahnya sebagai isteri. Bukan sebanyak mana harta yang berjaya dikumpul sepanjang berkerjaya.

Kalaulah mereka sedar kelebihan yang akan mereka perolehi di akhirat kelak kerana mentaati suami sudah tentu mereka sanggup bersusah payah menunaikan hak suami.

Sabda Rasulullah s.a.w:

“Wahai para wanita, kalaulah kalian mengetahui hak suami ke atas kalian, nescaya salah seorang kalian akan sanggup menyapu debu yang ada pada kedua-dua telapak kaki suami menggunakan kemuliaan kulit mukanya.”

– Riwayat Ibn Hibban dan al-Bazzar dengan sanad yang baik dan rijal yang tsiqaat.

Alangkah malangnya wanita yang tidak sedar akan hal ini. Terutamanya setelah berkerjaya. Ramai wanita gagal melakukan tugasnya sebagai ibu dan isteri yang baik sebagaimana yang dituntut oleh agama.

Wanita solehah sentiasa sedar akan tanggungjawabya terhadap rumah tangga. Apa sahaja kerjaya yang disandang bukanlah penghalang untuk dia melakukan yang terbaik untuk rumah tangganya. Dia sentiasa sedar bahawa tugasnya terhadap rumah tangga mengatasi kerjayanya. Dan jika berlaku pertembungan antara kedua-dua tugas di atas, dia tidak teragak-agak untuk mendahulukan rumah tangganya berbanding yang lain.

Menjaga Batas Pergaulan

Isteri solehah sentiasa memelihara auratnya ketika berurusan dengan lelaki yang bukan mahram. Cara percakapan dan akhlak sentiasa diawasi agar tidak melanggar batasan syarak. Dia tidak bercakap melainkan perkara yang baik. Jauh sekali mengumpat dan mengeji orang lain. Larangan mengumpat, menghina dan mengejek orang lain yang dinyatakan dengan jelas oleh al-Quran dan sunnah sentiasa terpahat dalam hatinya.

Isteri solehah membimbing dan menasihati suami dalam melakukan apa yang terbaik untuk agama dan rumah tangga. Juga memberikan pandangan yang bernas terhadap dakwah dan kerjaya suami. Wanita pertama yang menjadi contoh terbaik dalam hal ini ialah Khadijah binti Khuwailid, isteri pertama Rasulullah s.a.w. Beliau merupakan orang pertama yang beriman, membenarkan, menyokong, berkoran jiwa dan raga serta sentiasa bersama baginda di saat-saat sukar baginda dalam menyampaikan dakwah.

Segala kebaikan, sokongan dan pengorbanan beliau ini mendapat pengiktirafan dan penghargaan daripada ALLAH S.W.T. Sehinggakan ALLAH dan Jibril berkirim salam kepada beliau dan menjanjikan sebuah mahligai untuknya di syurga kelak. Hal itu adalah penghargaan ALLAH terhadap segala kebaikan, layanan dan pengorbanannya buat suami tercinta.

Abu Hurairah menceritakan ketika saat wahyu mula-mula turun di mana baginda selalu bertahannuts di Gua Hirak:

“Jibril mendatangi Nabi s.a.w lalu berkata: Wahai Rasulullah, ini Khadijah telah mendatangimu. Bersamanya ada bekas yang berisi lauk, makanan atau minuman. Apabila dia mendatangi kamu, maka sampaikanlah kepadanya salam TUHANnya dan daripadaku dan berilah khabar gembira kepadanya tentang sebuah mahligai di dalam syurga yang dibina daripada emas. Tidak ada kesusahan dan keletihan di dalamnya.”

– Riwayat al-Bukhari dan Muslim.

Sentiasa Bersih dan Kemas

Wanita solehah telah dididik oleh keluarga yang beragama. Dia cintakan ilmu pengetahuan dan sentiasa bersedia menghadapi apa juga cabaran hidup. Dia akan sentiasa menguruskan rumah tangga mengikut apa yang dipelajari dan dididik kepadanya sejak kecil. Menjaga akidah, amal ibadah, solat, puasa dan memastikan seluruh anggota keluarganya mentaati perintah agama. Dia juga sentiasa berhias untuk suaminya dan memastikan dirinya sentiasa kemas, bersih dan harum ketika berada di hadapan suami.

Sabda Rasulullah s.a.w:

“Antara punca kebahagiaan anak Adam ialah memiliki isteri yang solehah, tempat tinggal yang selesa dan kenderaan yang baik. Antara punca kecelakaan anak Adam ialah isteri yang jahat, rumah yang tidak selesa dan kenderaan yang tidak elok.”

– Riwayat Ahmad melalui para perawi yang sahih.

Wanita solehah hanya berhias dan mempamirkan kecantikannya hanya untuk suaminya. Dia tidak mempamerkan di hadapan suami melainkan apa yang cantik dan wangi. Dalam sebuah riwayat diceritakan:
Rasulullah s.a.w ditanya tentang sebaik-baik wanita. Baginda menjawab: Yang menyukakan kamu apabila memandangnya. Apabila disuruh, dia patuh, menjaga rahsiamu dengan baik dan menjaga harta kamu.”

– Riwayat Ahmad dan selainnya dan dihasankan oleh al-Albani.

Malang sekali ramai di kalangan wanita memandang remeh perkara ini. Mereka salah faham lalu mempamerkan diri di hadapan suami dalam keadaan kusut masai, berbau, pakaian compang-camping dan sebagainya. Lebih buruk lagi ada yang hanya berkemban sepanjang berada di rumah.

Sebaliknya apabila hendak keluar rumah, mereka berhias secantik mungkin untuk dipamirkan kepada lelaki yang tidak berhak melihatnya. Ini bukan sahaja tidak wajar, malah mengundang dosa besar dan musibah terhadap keharmonian rumah tangga muslim.

Kesimpulan

Sebagai kesimpulan, dalam memilih calon isteri, faktor agama perlulah dijadikan matlamat utama. Jika itu yang dicari, sudah pasti suami akan mendapat segala kebahagiaan dan ketengan di dunia ini sebelum menuju kepada kebahagian yang kekal abadi di akhirat kelak.

Seorang suami memerlukan pembantu yang solehah lagi bijaksana dalam melayari kehidupan berumah tangga. Dengan ini tugas suami dalam memberikan pendidikan yang sempurna kepada anak-anaknya menjadi lebih mudah. Dan bahtera rumah tangganya dapat belayar dan berlabuh dengan aturan yang betul dan diredhai ALLAH S.W.T.

Sumber: http://ukhwah.com/article.php?sid=2468

Leave a comment

Filed under Muslimah

Apa yang Menjadi Perantara dalam Do’a

Do'a

 

Seseorang yang berdoa kepada Allah swt tentu mengharapkan doanya akan dikabulkan. Demikian besar harapan agar doanya itu terkabul, sampai ada orang yang menjadikan orang yang telah mati sebagai perantara untuk menyampaikan doanya itu kepada Allah Taala. Dia berkeyakinan bahawa dengan adanya perantara itu, doanya akan lebih besar kemungkinannya untuk terkabul kerana orang yang menjadi perantara dulunya (menurut dia) adalah orang yang soleh. Inilah alasan yang banyak dikemukakan oleh orang-orang yang suka berziarah ke makam tokoh-tokoh tertentu.

Bagaimana syariat melihat praktik semacam ini?

Sumber-sumber kejahatan di tengah kaum muslimin kian hari kian bertambah, yang mengalir semakin deras dan berbahaya. Satu demi satu manusia tumbang terbawa arus yang berakhir di lautan jahiliyah masa dahulu. Sungai penyambung masa sekarang dengan masa jahiliyah dahulu itu adalah kejahilan, yang merupakan akar musibah dan dasar kerusakan. Menebarnya kejahilan tentang agama menggambarkan beberapa hal, di antaranya:
a.    Merajalelanya kezaliman, dan bentuk kezaliman yang paling besar adalah kezaliman kepada Allah swt berupa syirik.
b.    Pemerkosaan terhadap agama yang tidak boleh dibendung, berakhir pada segala bentuk kebida’ahan dalam agama.
c.    Peremehan terhadap tugas dan kewajiban yang telah ditentukan oleh Allah swt dan Rasul-Nya, yang berakhir pada penghinaan dan pelecehan syariat.
d.    Perosakan hak dan kemerdekaan hidup yang telah diberikan oleh Allah swt, yang berakhir pada runtuhnya martabat kemanusiaan dalam bentuk pembunuhan, perjudian, pencurian, perkosaan, dan yang lainnya.
e.    Huru-hara hidup yang berpanjangan, sehingga menghilangkan kesiqahan (kepercayaan). Sang anak tidak percaya lagi kepada bapa, begitu pula sebaliknya. Sang guru tidak percaya lagi kepada muridnya, begitu sebaliknya. Rakyat tidak percaya lagi kepada pemimpinnya dan begitu sebaliknya.
Dan masih banyak lagi bentuk bala` (musibah) yang diakibatkan kerana kejahilan, dan yang paling aneh dari akibatnya adalah:
a.    Tunduknya manusia yang dimuliakan oleh Allah Taa’ala dengan akal kepada benda-benda yang tidak berakal, seperti batu nisan, pohon-pohon, dan tempat-tempat angker.
b.    Digantungkannya aneka ragam benda di tempat-tempat tertentu dengan keyakinan boleh menjaga dari segala bentuk bala` dan malapetaka.
c.    Menggantungkan segala bentuk kehidupan kepada orang yang tidak boleh berbuat apa-apa seperti kepada orang yang telah meninggal dunia. Sehingga suara teriakan dan panggilan menggema pada detik-detik malapetaka menimpa. Nama Al-Badawi, Abdul Qadir Jailani, sayyid, dan Walisongo menjadi pembantu dalam teriakan tersebut.
d.    Mereka meyakini bahawa hubungan antara hamba dengan Allah swt bagaikan aliran letrik yang perlu kabel penghubung, dan kabel penghubung itu adalah amalan tawassul. Seseorang tidak boleh langsung berhubungan dengan Allah swt sebagaimana tidak boleh berhubungan langsung dengan sang raja di atas dunia, sehingga perlu penghubung, di antaranya melalui para wali atau makam-makam mereka atau selainnya.
Tawassul dijadikan sebagai ciri sebuah aliran dan ajaran tertentu dari kalangan muslimin yang pada ujungnya menjadi punca perniagaan bagi yang berkepentingan di dalamnya. Seperti apa yang didengungkan oleh sebuah aliran sufi Qadirun Yahya, yang banyak menyebar di seluruh tanah air. Dari situ perlu dijelaskan tentang hakikat tawassul kepada segenap kaum muslimin untuk mengetahui kebatilan ajaran tersebut.

Makna Tawassul
Tawassul menurut etimologi bahasa Arab artinya: “Sesuatu yang boleh mendekatkan kepada yang lain.”

(Mukhtar Ash-Shihah, hal. 721)
Ibnu Atsir di dalam An-Nihayah (5/184) mengatakan: “(Tawassul adalah) sesuatu yang akan menyampaikan kepada yang lain dan mendekatkan diri dengannya.”
Adapun menurut terminologi syariat, tawassul adalah: “Mendekatkan diri kepada Allah dengan segala bentuk ketaatan dan peribadatan, dengan  cara mengikuti sunnah Rasulullah saw dan segala bentuk amalan yang dicintai Allah swt dan diredhai-Nya.”

(At-Tawassul Ila Haqiqati Tawassul hal. 20)

Beberapa Dalil tentang Tawassul
Allah Taa’ala telah menjelaskan di dalam Al Qur`an dan Rasulullah saw menjelaskan di dalam Sunnahnya tentang permasalahan ini.
Allah swt berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah di jalan-Nya supaya kalian mendapatkan keberuntungan.”

(Al-Maidah: 35)

“Katakanlah: Panggillah mereka yang kalian anggap (tuhan) selain Allah maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula memindahkannya. Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat kepada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya, sesungguhnya azab Rabbmu pantas untuk ditakuti.”

(Al-Isra: 56-57)
Rasulullah saw bersabda:

“Aku berlindung dengan kemuliaan Allah dan kekuasaan-Nya dari kejelekan yang aku dapati dan aku takuti.”

Ucapan Ulama tentang Tawassul
Ibnu Katsir ra di dalam Tafsir beliau berkata: “Carilah jalan pendekatan diri kalian kepada Allah”, Sufyan Ats-Tsauri berkata dari Thalhah dari ‘Atha` dari Ibnu ‘Abbas , al-wasilah artinya al-qurbah (pendekatan diri).

Demikan juga apa yang telah dikatakan oleh Mujahid, Abu Wa`il, Hasan, Qatadah, Abdullah bin Katsir, As-Suddi, Ibnu Zaid dan selain mereka. Bahkan ‘Atha` mengatakan: ‘Dekatkanlah diri kalian kepada Allah dengan mentaati-Nya dan melakukan segala amalan yang diredhai-Nya’.”

Ibnu Katsir mengatakan: “Al-Wasilah ertinya sesuatu yang akan boleh menyampaikan kepada tujuan, dan al-wasilah juga memiliki makna sebuah tempat yang tinggi di dalam jannah (syurga) dan ini adalah tempat dan negeri Rasulullah saw di dalam jannah, dan tempat di jannah yang paling dekat dengan ‘Arsy Allah Ta’ala”

. (Al-Wasilah yang bermakna tempat di dalam jannah) telah tsabit (pasti) dari Rasulullah saw di dalam Shahih Al-Bukhari dari jalan Muhammad bin Al-Munkadir dari Jabir bin Abdillah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa berdoa ketika selesai mendengar azan:

“Ya Allah, Rabb (pemilik) panggilan yang sempurna ini dan (pemilik) solat yang (hendak) didirikan. Berilah al-wasilah dan al-fadhilah kepada Muhammad  saw. Dan bangkitkanlah beliau sehingga boleh menempati kedudukan yang terpuji yang telah Engkau janjikan.”
Maka dia akan mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat.”

Dan dalam Shahih Muslim dari hadits Ka’b bin ‘Alqamah dari Abdurrahman bin Jubair dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bahawa beliau telah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Apabila kalian mendengar azan maka ucapkanlah seperti apa yang dikumandangkan muadzin. Kemudian berselawat-lah atasku, kerana barangsiapa berselawat atas ku satu kali, nescaya Allah swt akan berselawat atasnya sepuluh kali. Kemudian mintalah buatku Al-Wasilah, sesungguhnya al-wasilah adalah sebuah tempat di dalam jannah dan tidak pantas menempatinya melainkan seorang hamba dari hamba-hamba Allah swt. Dan aku berharap bahawa akulah dia, barangsiapa meminta buatku Al-Wasilah, dia akan mendapatkan syafa.atku kelak pada hari kiamat.”

(Tafsir Ibnu Katsir, 2/ 67)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Wasilah adalah qurbah (mencari kedekatan kepada Allah ) dan sebab yang akan menyampaikan kepada tujuan.”

(Majmu’ Fatawa, 27/229)
Muhammad Amin Asy-Syinqithi ra berkata: “Ketahuilah, jumhur ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wasilah adalah mendekatkan diri kepada Allah swt dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya sesuai dengan perintah Rasulullah saw dan mengikhlaskan diri untuk Allah swt, kerana jalan inilah yang akan menyampaikan kepada redha Allah swt dan jalan untuk mendapatkan segala kebaikan dunia dan akhirat. Dan asal dari kata wasilah adalah jalan yang akan menyampaikan kepada sesuatu dan menghubungkan dengannya.

(Wasilah) adalah amal shalih menurut ijma’ ulama, kerana tidak ada yang akan menyampaikan kepada Allah swt melainkan dengan mengikuti Rasulullah saw.”

(Adhwa`ul Bayan, 2/97)
Macam-macam Tawassul


Para ulama telah menjelaskan dan mengupas permasalahan ini sehingga tidak ada subhat dan keraguan lagi padanya, dan tidak ada peluang lagi bagi para penyesat umat untuk mengelabui dalam permasalahan wasilah.

Secara global, para ulama membagi tawassul menjadi dua macam:
Pertama, Tawassul yang disyariatkan iaitu tawassul dengan segala apa yang dibawa oleh Rasulullah saw, dan tawassul ini banyak bentuknya, di antaranya:
1. Tawassul dengan nama-nama Allah swt, dan ini ada dua bentuk:
a.    Tawassul dengan nama-nama Allah swt dalam bentuk umum seperti sabda Rasulullah saw:

“Aku meminta kepada-Mu dengan seluruh nama yang Engkau telah menamakan diri-Mu dengannya.”
Dalil tentang ini adalah firman Allah Ta’ala:

“Dan bagi Allah nama-nama yang baik, maka berdoalah kalian dengannya.” (Al-A’raf: 118)
b.    Tawassul dengan nama-nama Allah swt  yang khusus, seperti engkau ingin mendapatkan pengampunan maka engkau menyebut nama Allah swt yang khusus terkait dengannya seperti:

2. Tawassul kepada Allah swt  dengan sifat-sifat Allah Taala, dan ini memiliki dua bentuk:
a.    Tawassul kepada Allah swt dengan sifat-sifat-Nya dalam bentuk umum:

“Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dengan nama-nama-Mu yang baik dan sifat-sifat-Mu yang mulia.”
b.    Tawassul kepada Allah Taala dengan sifat-sifatNya dalam bentuk khusus seperti:

“Aku berlindung dengan kemuliaan Allah dan kekuasaan-Nya dari kejelekan yang aku dapati dan aku takuti.”
3. Tawassul dengan perbuatan-perbuatan Allah swt, seperti engkau berdoa kepada Allah swt setelah itu engkau bertawassul denganNya di dalam mewujudkan hal itu seperti bersalawat atas Nabi:

“Ya Allah, berilah selawat atas Muhammad  saw sebagaimana  Engkau berikan selawat atas Ibrahim as.”
Engkau meminta kepada Allah selawat atas Rasulullah saw sebagaimana Allah telah berselawat atas Nabi Ibrahim as.
4. Tawassul kepada Allah swt dengan keimanan kepada-Nya dan keimanan kepada Rasul-Nya, seperti: “Ya Allah, dengan keimananku kepadaMu dan kepada RasulMu, aku meminta kepadaMu demikian-demikian.”

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah firman Allah swt:

“Wahai Rabb kami, sungguh kami telah mendengar seruan penyeru kepada keimanan agar kalian beriman kepada Rabb kalian, lalu kami beriman. Wahai Rabb kami, ampunilah dosa -dosa kami dan tutuplah segala kesalahan kami dan matikanlah kami bersama orang-orang yang berbuat baik.”

(Ali ‘Imran: 190-193)

“Wahai Rabb kami, kami beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada kami dan kami mengikuti Rasulullah, maka masukkanlah kami dalam catatan orang-orang yang mati syahid.”

(Ali ‘Imran: 53)

“Sesungguhnya ada segolongan dari hamba-hambaKu berdoa di dunia mereka berkata: Ya Rabb kami, kami telah beriman maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat.”

(Al-Mu`minun: 109)
5. Tawassul kepada Allah swt dengan keadaan orang yang berdoa seperti: “Ya Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang faqir kepada-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku adalah tawanan di hadapan-Mu.”

Nabi Zakariya as berdoa kepada Allah swt dengan bertawassul dengan keadaan beliau, sebagaimana yang telah Allah Taala ceritakan di dalam firman-Nya:

“Ya Rabbku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Rabbku.”

(Maryam: 4)
6. Tawassul dengan doa orang soleh (-yang masih hidup) dengan harapan boleh dikabulkan doanya. Hal ini telah dilakukan oleh para sahabat Rasulullah saw kepada beliau, agar beliau mendoakan buat mereka baik dalam bentuk doa yang bersifat umum atau khusus. Dan telah dilakukan pula oleh ‘Umar ra kepada pak cik Rasulullah saw ‘Abbas bin Abdul Muththalibz.
7. Tawassul dengan amal soleh seperti apa yang telah diceritakan oleh Rasulullah saw tentang penghuni gua yang tertutup ketika mereka berlindung padanya.

 

1 Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad dari shahabat Ibnu Mas’ud z dan Ahmad Syakir mengatakan sanadnya shahih no. 3712 dan Asy-Syaikh Al-Albani menshahihkannya di dalam kitab beliau Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 199.

2 Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim no. 222 dari shahabat ‘Utsman bin Abil ‘Ash

3 Tentang hadits ini, dikeluarkan Al-Imam Al-Bukhari no. 2272 dan Muslim no. 2743 dari shahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin ‘Umar .

Leave a comment

Filed under Doa

Hal Hal Pakaian Yang Harus di Ketahui oleh Setiap Muslimah

muslim Pakistan Girl

Memakai Pakaian Lut Cahaya & Membentuk Tubuh/Ketat

Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak lut cahaya. Jika lut cahaya , maka hanya akan mengundang fitnah (godaan) dan bererti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda :

“Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakikatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti punduk unta. Kutuklah mereka kerana sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.”

(At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).

Di dalam hadis lain terdapat tambahan iaitu : “Mereka tidak akan masuk syurga dan juga tidak akan mencium baunya, padahal baunya syurga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan sekian.”

(HR.Muslim).

Ibnu Abdil Barr berkata : “Yang dimaksud oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dan tidak dapat menutup atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan tetapi hakikatnya telanjang.”

(Tanwirul Hawalik III/103).

Dari Abdullah bin Abu Salamah, bahawasanya Umar bin Al-Khattab ra pernah memakai baju Qibtiyah (jenis pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata : “Jangan kamu pakaikan baju ini untuk isteri-isterimu!. Seseorang kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, telah saya pakaikan itu kepada isteriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan mahupun belakang, namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar menjawab : Sekalipun tidak tipis, namun ia menggambarkan lekuk tubuh.”

(H.R. Al-Baihaqi II/234-235).

Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah saw  pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada isteriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu pada istriku. Nabi lalu bersabda :

“Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Qibtiyah itu, kerana saya kuwatir baju itu masih boleh menggambarkan bentuk tulangnya.”

(Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441).

Aisyah ra pernah berkata: ” Seorang wanita dalam salat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar. Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan berjilbab dengannya

(Ibnu Sad VIII/71).

Pendapat yang senada juga dikatakan oleh Ibnu Umar : ” Jika seorang wanita menunaikan salat, maka ia harus mengenakan seluruh pakaiannya : Baju, khimar dan milhafah (mantel)”

(Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).

Memakai Pakaian menyerupai pakaian Wanita Kafir

Syariat Islam telah menetapkan bahwa kaum muslimin (laki-laki mahupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh (menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan hari raya, dan berpakaian khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala surat Al-Hadid ayat 16, yang ertinya :

“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik

(Al-Hadid:16).”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah swt dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang ertinya: “Janganlah mereka seperti…” merupakan larangan mutlak dari tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan

(Al-Iqtidha… hal. 43).

Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310):

Kerana itu Allahswt  melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang.

Allah berfirman :

Ertinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad).“Raaina” tetapi katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih”

(Q.S.Albaqarah:104).

Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148):

“Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk menyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan perlesetan kata dengan tujuan mengejek. Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebagai perlesetan kata “ruunah” (ertinya keseluruhan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 46.

Allah juga telah memberitahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22, bahawa tidak ada seorang mukmin yang mencintai orang-orang kafir. Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang mukmin, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh kerana itu diharamkan.

 

Leave a comment

Filed under Muslimah

Hal Hal Yang Harus di Ketahui oleh Setiap Muslimah

Muslim girzl

Kebanyakan saudari muslimah secara tidak sedar atau kerana belum tahu hukumnya dalam Islam, melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat Islam. Hal-hal yang dilarang keras bahkan pelakunya diancam siksaan yang pedih. Padahal Allah swt sudah memberikan tuntunan dan peringatan serta balasan atas perbuatan yang dilakukan.

Kewajiban memakai Jilbab

: Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan hijab keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebihi mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Al-Ahzab Ayat 59 (33:59)

: Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain tudung kedadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang beriman supaya kamu beruntung ”

An-Nuur: Ayat 31 (24:31)

“(Ini adalah) satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”.

(An-Nuur: Ayat 1)

Ayat pertama Surat An-Nuur yang mendahului ayat-ayat yang lain. Yang bererti hukum-hukum yang berada di surat itu wajib hukumnya.

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: “Janganlah kaum wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada lelaki ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin disembunyikan.”

Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, kerana tidak mungkin disembunyikan.”

Al-Qurthubi berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : “Wahai Asma! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bahagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”

Juga berdasarkan sabda Nabi saw : “Ada tiga golongan yang tidak akan ditanya iaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan jemaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggalkannya dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan ditanya.”

(Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).

Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup kerana dapat membangkitkan syahwat laki-laki.

(Fathul Bayan VII/19).

Gosip ( Ghibah )

“Ghibah ialah engkau menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu benar ada padanya ?”

Rasulullah menjawab, “Kalau memang benar ada padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah berbuat buhtan (mengada-ada).”

(HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ahmad).

Berdasarkan hadits di atas telah jelas bahwa definisi ghibah iaitu menceritakan tentang diri saudara kita sesuatu yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini bererti kita menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada orang lain. Allah sangat membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri.

Allah swt berfirman:

”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

(QS. Al-Hujurat: 12)

Menjaga Suara

Suara empuk dan tawa canda seorang wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara langsung atau melalui radio dan televisyen. Terlebih lagi bila wanita itu bekerja sebagai penyiar atau MC kerana memang termasuk modul utamanya adalah suara yang indah dan merdu. Begitu mudahnya wanita memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut kepada Allah swt. Padahal Dia telah memperingatkan:

“Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.”

(Al Ahzab: 32)

Rasulullah saw  juga telah bersabda :

“Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki sehingga ia terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, disahihkan dengan syarat Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul Musnad, 2/36).

Sebagai muslimah harus menjaga suara saat berbicara dalam batas kewajaran bukan sengaja dibuat mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan seumpamanya.

Mencukur Alis Mata

Abdullah bin Mas’ud ra, dia berkata :

“Allah swt melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Allah”.

Mencukur alis atau menipiskannya, baik dilakukan oleh wanita yang belum menikah atau sudah menikah, dengan alasan mempercantik diri untuk suami atau lainnya tetap diharamkan, sekalipun dipersetujui oleh suaminya. Oleh yang demikian termasuk merubah penciptaan Allah swt yang telah menciptakannya dalam bentuk yang sebaik- baiknya. Dan telah datang ancaman yang keras serta laknat bagi pelakunya. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.

Memakai Wangi-Wangian

Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Siapapun wanita yang memakai wewangian, lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia adalah pezina.”

(Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).

Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda saw :

“Jika salah seorang diantara kalian (kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya dengan (memakai) wewangian.”

(Muslim dan Abu Awanah).
Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah: Bahawa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian tercium olehnya.

Maka Abu Hurairah berkata :

” Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah saja, lalu mandilah ! kerana sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda : “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau wewangian menghembus maka Allah tidak menerima salatnya, sehingga ia pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.”

(Al-Baihaqi III/133).

Alasan pelarangannya sudah jelas, iatu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu berahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata :

“Hadis tersebut menunjukkan haramnya memakai wangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, kerana hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki”

(Al-Munawi :Fidhul Qadhir).

Syaikh Albani mengatakan:

Jika hal itu saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar dosanya.

Berkata Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37:

“Bahawa keluarnya seorang wanita dari rumahnya dengan memakai wangian dan berhias adalah termasuk perbuatan dosa besar meskipun suaminya mengizinkan”.

Leave a comment

Filed under Muslimah